Selamat Datang

Selamat Datang

Rabu, 31 Desember 2014

KISI-KISI SOAL BIOLOGI DASAR DAN BIOLOGI PERKEMBANGAN I 1. Fungsi sel 2. Fungsi bagian-bagian sel 3. Siklus sel 4. Fase-fase pembelahan sel 5. Meiosis 6. Sirkulasi darah janin intrauterine 7. Sistem pertahanan spesifik dan non spesifik 8. Immunoglobulin G, M, A, D, E 9. Hukum Mendel I dan II 10. Golongan darah 11. Perbedaan DNA dan RNA (SOAL SEMUANYA MULTIPLE CHOICE)

Jumat, 31 Oktober 2014

ASUHAN KEBIDANAN IBU BERSALIN PADA NY. U GII PI A0 UMUR KEHAMILAN 38 MINGGU DENGAN SEKSIO SESAREA ATAS INDIKASI PLACENTA PREVIA LETAK RENDAH DI RUANG MAWAR 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA OLEH : DEWI RATNA SULISTINA Plasenta previa letak rendah adalah Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dimana tepi plasenta tidak mencapai ostium uteri interna, tetapi berdekatan dengan ostium tersebut. Plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan jalan lahir. Tujuan studi kasus yaitu untuk memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan seksio sesarea atas indikasi plasenta previa letak rendah di belakang secara komprehensif dengan menggunakan manajemen kebidanan. Metodologi penelitian menggunakan metode studi kasus dengan laporan penerapan asuhan kebidanan 7 Langkah Varney dan data perkembangan SOAP. Hasil studi kasus yaitu Bayi dilahirkan perabdominal pada pukul 11.05 WIB dengan jenis kelamin perempuan, berat badan 3000 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 32 cm, lingkar dada 33 cm, anus positif, tidak ada kelainan bawaan. Apgar score menit pertama 8 ,lima menit kedua 9, sepuluh menit ketiga 10, keadaan ibu baik, persalinan berjalan lancar. Plasenta dilahirkan perabdominal pada pukul 11.15 WIB kesan lengkap, bentuk cakram ukuran 20x20x2 cm, PTP : 50 cm. Insersi corpus belakang. Keadaan ibu baik, kontraksi uterus baik dan tidak terjadi perdarahan, luka abdomen dijahit zide 10. Kesimpulan dari kasus ini adalah pelaksanaan Asuhan Kebidanan ibu bersalin Ny. U dengan seksio sesarea atas indikasi plasenta previa letak rendah di belakang tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek di lahan. Kata kunci : Asuhan Kebidanan ibu bersalin, seksio sesarea, plasenta previa letak rendah.

Kamis, 28 Maret 2013

Laporan Praktikum Kultur HUVECs

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kultur sel (bahasa Inggris: cell culture) ialah suatu proses dimana suatu sel dari suatu jaringan diambil dan ditumbuhkan pada kondisi yang terkontrol dan aseptik. Sel yang digunakan untuk dikultur biasanya diambil dari jaringan eukaryota. Sel tersebut akan tumbuh dan bertambah banyak dalam kondisi in vitro. Kultur sel (bahasa Inggris: cell line) juga dapat berarti suatu koloni sel yang telah mapan, sehingga mampu melakukan proliferasi tanpa batas waktu (Wikipedia, 2009). Koloni sel tersebut dapat bermutasi menjadi koloni dengan kultur berbeda, atau merupakan sub-kultur hasil mutasi dari kultur sel sebelumnya (Wikipedia, 2011). Sel endotel pembuluh darah merupakan satu lapis sel yang terletak diantara aliran darah dan jaringan. Selain sebagai barier terhadap difusi makromolekul ke jaringan, sel endotel pembuluh darah juga mempunyai fungsi lain, seperti pengaturan tonus otot polos pembuluh darah, haemostasis dan koagulasi, pertahanan tubuh dan angiogenesis. Dengan adanya disfungsi endotel akibat beberapa kondisi seperti diabetes, dan penyakit jantung akan berdampak pada timbulnya penyulit penyakit tersebut, seperti mikro angiopati, iskemia, gagal ginjal dan sebagainya (Nurhidayat, 2010). Dalam mempelajari peran sel endotel (struktur dan fungsi) pada patomekanisme penyakit atau mengembangkan obat yang bertarget pada sel endotel, dapat digunakan penelitian in vivo menggunakan hewan coba atau manusia dan atau in vitro menggunakan kultur sel. Ada dua sumber sel yang dapat dipergunakan dalam pembuatan kultur sel endotel yaitu sel binatang dan sel manusia. Pemilihan sumber sel endotel tergantung pada tujuan penelitian dan ketersediaan sel. Untuk kultur sel endotel pembuluh darah yang berasal dari sel manusia yang lazim digunakan berasal dari vena umbilikal (Nurhidayat, 2010). Pesatnya kemajuan ilmu Biologi Molekuler memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu Kebidanan molekuler, khususnya dalam bidang patobiologi molekuler yang mencakup pemahaman sign dan symptom secara lebih mendasar. Pemahaman gangguan haemostasis pada tataran molekuler yang belum memunculkan sign dan symptom sebagai manifestasi klinik, akan menghasilkan diagnosis molekuler yang bersifat lebih akurat dan dini. Keberhasilan dalam mengungkap patobiologi molekuler suatu penyakit merupakan titik cerah penanganan paripurna penyakit tersebut, mulai dari pencegahan, diagnosis, dan terapi berdasarkan ”molecular target” nya, sehingga dapat mengurangi morbiditas dan efek samping pada saat intervensi medik (FK UNS, 2013). Dalam laporan praktikum ini akan dibahas mengenai “Pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs)” yang akan menambah wawasan kita mengenai pentingnya pemeriksaan ini bagi tenaga kesehatan khususnya bidan dalam mengidentifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu sel tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan prognosis suatu penyakit tertentu pada pasien. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana terurai dimuka, maka dapat dirumuskan masalah : “Bagaimana pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs)?” 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengenalkan dan mengetahui konsep dasar, kegunaan, prinsip, metode, bahan isolasi sel endotel, media kultur, alat (instrumen), pengukuran Ca2+ sitosol (Fura 2-AM), cara pembuatan larutan, prosedur kerja dan hasil serta meningkatkan kemampuan dalam teknik pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs). 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Untuk mengetahui konsep dasar pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs). 1.3.2.2 Untuk mengetahui kegunaan pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs). 1.3.2.3 Untuk mengetahui prinsip pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs). 1.3.2.4 Untuk mengetahui metode dalam pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs). 1.3.2.5 Untuk mengetahui bahan isolasi dalam pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs). 1.3.2.6 Untuk mengetahui media kultur dalam pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs). 1.3.2.7 Untuk mengetahui alat (instrument) dalam pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs). 1.3.2.8 Untuk mengetahui cara pengukuran Ca2+ sitosol (Fura 2-AM) dalam pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs). 1.3.2.9 Untuk mengetahui cara pembuatan larutan dalam pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs). 1.3.2.10 Untuk mengetahui prosedur kerja isolasi dan pembuatan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs). 1.3.2.11 Untuk mengetahui hasil pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs) 1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Teoritis Dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan kebidanan khususnya yang terkait dengan pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs). 1.4.2 Manfaat Praktisi Dasar Praktik laboratorium dari pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs) yang telah diperoleh di perkuliahan dapat digunakan sebagai dasar pemeriksaan penunjang bagi profesi kebidanan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada ibu dan bayi, keluarga maupun masyarakat demi meningkatkan kesehatan ibu dan anak, keluarga dan masyarakat.  BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HASIL PENELITIAN 2.1 Konsep Dasar Menurut Suryowinoto (1991) dalam Muhammad (2012), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tertentu yang mempunyai sifat seperti induknya. Kultur jaringan (Tissue Culture) merupakan salah satu cara perbanyakan jaringan secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan jaringan dengan cara mengisolasi bagian jaringan, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian jaringan dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi jaringan lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan jaringan dengan menggunakan bagian vegetatif jaringan menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Pengertian kultur sel adalah sel yang dapat hidup secara in vitro dan masih mempunyai sifat-sifat mirip dengan sel intak/sel asalnya, Lepas dari pengaruh sistemik, sel-sel tertentu mengadakan proliferasi tetapi masih dalam keadaan tidak terdiferensiasi. Kultur sel bukan suatu teknik baru. Merupakan metode untuk mempelajari perubahan fungsi sel/jaringan tanpa pengaruh sistemik. Mula-mula merupakan fragmen jaringan yang diletakkan di cawan kultur. kultur sel dimulai dengan menanam sel-sel embrionik. Kultur sel dapat dipakai untuk bermacam penelitian, misalnya antara lain antivitas intraseluler, intraseluler flux, ekologi sel, interaksi antar sel (Noor, 2013). Sel merupakan unit struktural fungsional terkecil dari kehidupan. Sel dibentuk atas berbagai kompartemen. Organ tubuh manusia terbentuk dari sel dan matriks interselular. Untuk mengamati sel dan jaringan tubuh yang berukuran kecil diperlukan mikroskop dan pengetahuan pemrosesan jaringan dan istilah-istilah dalam pengamatan mikroskopis sel (Zulham, 2011). Gambar 2.1 Struktur Matriks Ekstraseluler (Frisca, 2009) Sel endotel pembuluh darah merupakan satu lapis sel yang terletak diantara aliran darah dan jaringan. Selain sebagai barier terhadap difusi makromolekul ke jaringan, sel endotel pembuluh darah juga mempunyai fungsi lain, seperti pengaturan tonus otot polos pembuluh darah, haemostasis dan koagulasi, pertahanan tubuh dan angiogenesis. Dengan adanya disfungsi endotel akibat beberapa kondisi seperti diabetes, dan penyakit jantung akan berdampak pada timbulnya penyulit penyakit tersebut, seperti mikro angiopati, iskemia, gagal ginjal dan sebagainya (Nurhidayat, 2010). Dalam mempelajari peran sel endotel (struktur dan fungsi) pada patomekanisme penyakit atau mengembangkan obat yang bertarget pada sel endotel, dapat digunakan penelitian in vivo menggunakan hewan coba atau manusia dan atau in vitro menggunakan kultur sel. Ada dua sumber sel yang dapat dipergunakan dalam pembuatan kultur sel endotel yaitu sel binatang dan sel manusia. Pemilihan sumber sel endotel tergantung pada tujuan penelitian dan ketersediaan sel. Untuk kultur sel endotel pembuluh darah yang berasal dari sel manusia yang lazim digunakan berasal dari vena umbilikal (Nurhidayat, 2010). Kultur sel endotel manusia (HUVECs) diperoleh dari vena umbilikus manusia. Umbilikus yang digunakan harus memenuhi kriteria inklusi, yaitu didapatkan dari hasil persalinan Sectio Caesaria (SC) yang meliputi kehamilan fisiologis (normal), kehamilan dengan pinggul sempit dan kehamilan dengan letak melintang. Sedangkan umbilikus hasil persalinan SC yang tidak boleh digunakan adalah kehamilan disertai infeksi, hipertensi atau kondisi ketuban pecah dini (Djati MS, 2010). Umbilikus yang didapat dari hasil persalinan disimpan dalam media transport (cord solution) dengan komposisi NaBic, M 199 dan gentamycin. Penyimpanan dalam medium ini bertujuan untuk mempertahankan kondisi fisiologi umbilikus sebelum dilakukan kultur. Umbilikus harus segera ditumbuhkan paling lama 12 jam setelah proses persalinan agar kondisi sel yang didapatkan setelah ditumbuhkan dapat optimal (Djati MS, 2010). Sel endotel digunakan dalam penelitian ini karena menurut Boulomie (1999), HUVECs mengekspresikan reseptor fungsional terhadap leptin yang merupakan produk dari ob gene. Sel endotel ditumbuhkan dalam medium komplit yang terdiri dari M 199 yang mengandung FBS 10 %. 2.2 Kegunaan Kegunaan kultur sel menurut Muhammad (2012) adalah : 1) Melestarikan sifat sel. 2) Menghasilkan sel yang memiliki sifat sama. 3) Menghasilkan sel baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat. 4) Dapat menghasilkan sel yang bebas virus. 5) Dapat dijadikan sarana untuk melestarikan plasma nutfah. 6) Untuk menciptakan varietas baru melalui rekayasa genetika. Sel yang telah direkayasa dikembangkan melalui kultur jaringan sehingga menjadi sel baru secara lengkap. 7) Pelaksanaannya tidak tergantung pada musim. Beberapa kelebihan dan keuntungan penggunaan kultur sel meliputi : 1) Mudah dikontrol fisikokimia lingkungan (pH, suhu, tekanan oksigen, dan CO2) dapat dikontrol sesuai dengan keinginan. 2) Mudah dibuat homogen sehingga mudah dianalisis. 3) Ekonomis, tidak perlu memakai banyak hewan coba. 4) Mudah diadakan perlakuan. Kekurangan dan kerugian kultur sel antara lain : 1) Memerlukan keahlian, mempunyai peneliti yang sangat menyenangi kultur sel, selalu menjaga aseptis, tertip dan sabar 2) Gambaran histologis sudah tidak nampak. 3) Tidak atau sukar untuk mengedentifikasi sifat-sifat seperti pada in vivo, misalkan akibat pengaruh sistemik. (Noor, 2013) Kegunaan kultur sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs) diantaranya adalah untuk mengetahui : 1) Aktivitas intraseluler sel endotel HUVECs 2) Interaksi lingkungan terhadap sel endotel HUVECs 3) Produk sel endotel HUVECs 4) Genetika sel endotel HUVECs 5) Transplantasi dan transfeksi sel endotel HUVECs Dalam penelitian ini menggunakan skrining bioassay umum adalah untuk informasi awal tentang potensi bahan farmakologi untuk selanjutnya sebagai prediksi indikasi terapetik dalam bidang kesehatan (Permatasari N, 2012). 2.3 Prinsip Kultur sel merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari sekelompok sel serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi sel baru yang lengkap kembali. Teori yang mendasari tehnik kultur sel adalah teori sel oleh Schawann dan Scheleiden (1838) yang menyatakan sifat totipotensi (total genetic potential) sel, yaitu bahwa setiap sel manusia yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi sel manusia yang utuh, jika kondisinya sesuai (Muhammad, 2012). Prinsip dalam pemeriksaan kultur sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs) harus dilakukan dengan teknik steril.dan dalam kondisi aseptik. Sel HUVECs dapat hidup bebas apabila diberi kondisi tertentu sesuai dengan kebutuhan hidup sel. Sel dapat menunjukkan tanda-tanda hidup dan dapat mengekspresikan karakter sel sesuai dengan tingkat diferensiasinya. Sel ditumbuhkan di dalam media kultur. Media kultur berisi bahan-bahan untuk pertumbuhan sel seperti nutrien, growth factors, sumber ion, antibiotik, prekursor biosintesis, metabolit, stimulan dan vitamin. Di dalam media kultur, sel mampu berproliferasi membentuk selapis sel (mono layer) pada dasar/dinding tabung. 2.4 Metode Primary cell culture (Kultur sel primer), setelah mendapat sel yang sudah terpisah-pisah langsung ditanam di dalam cawan kultur. Cara menanam kultur sel primer, diantaranya : 1) Kerjalah dengan aseptik dan teliti. 2) Dipikirkan sel apa yang akan dikultur. 3) Sel dipisah-pisahkan dari jarinan – Enzimatik: tripsin, kolagenase – Mekanik: gojog-gojog dan vorteks bergantian 4) Disaring dengan saringan yang tidak perlu terlalu kecil. 5) Dihitung selnya sebelum ditanam, sel ada di dalam media tanpa zat penumbuh. Dengan memakai hemositometer. 6) Kalau hemositometernya mempunyai 2 bilik, untuk rata-rata dapat menghitung ulang di bilik satunya. Jika hanya satu bilik, cuci dulu dan hitung lagi dengan suspensi baru. (Noor, 2013) 2.5 Bahan Isolasi Sel Endotel Kolagenase (Sigma tipe IIA) dilarutkan pada serum free (medium 199, glutamine, peisilin streptomisin) yang sudah disentralisasi melalui filtrasi dengan prefilter 0,5 dan filter 0,2 µm. Konsentrasi akhir kolagenase yang dipergunakan sebesar 0,5 mg/ml (Permatasari N, 2012). Perbandingan pemakaian larutan kolagenase dan panjang umbilicus adalah 10-20 cm umbilicus tiap kolagen, HCl 0,1 N dan 5 N (Permatasari N, 2012). Gambar 2.2 Bahan Isolasi Sel Endotel 2.6 Media Kultur 2.6.1 Serum Free, yang mengandung : 1) Medium 199 (Gibco) 2) Penisilin (~ 100 µ/ml) 3) Streptomisin (~ 100 µ/ml) (Sigma) 4) Larutan natriumbicarbonat-phenol red (21 mM/ml) 5) Glutamine (2 mM/ml) 2.6.2 Media Kultur, yang mengandung : 1) Serum free medium 2) New Born calf Serum (NBS) (Permatasari N, 2012) 2.7 Alat (Instrumen) Untuk Kultur HUVECs 2.7.1 Laminar air flow biohazard type 2 (Esco Bre) (a) (b) Gambar 2.3a,b. Alat Laminar air flow biohazard type 2 (Esco Bre) 2.7.2 Timbangan magnetic Gambar 2.4 Timbangan magnetic 2.7.3 Lampu ultraviolet Gambar 2.5 Lampu ultraviolet 2.7.4 Sentrifuge Gambar 2.6 Sentrifuge 2.7.5 Incubator CO2 (a) (b) Gambar 2.7a,b. Incubator CO2 2.7.6 Mikroskop inverted (Nikon) Gambar 2.8 Mikroskop inverted (Nikon) 2.7.7 Tabung CO2 (eraus) Gambar 2.9 Tabung CO2 (eraus) 2.7.8 Mikropipet Gambar 2.10 Mikropipet 2.7.9 Flask kultur, luasnya 25 cm2 (a) (b) Gambar 2.11a,b Flask Kultur 2.7.10 TC Well Plate (Well plate 6) Gambar 2.12 TC Well Plate (Well plate 6) 2.7.11 Klem Tali Pusat dan Pinset Gambar 2.13 Klem Tali Pusat Dan Pinset 2.7.12 Kanul Gambar 2.14 Kanul 2.7.13 Cairan water dan PBSA Gambar 2.15 Cairan Water dan PBSA 2.7.14 Sarung tangan Gambar 2.16 Sarung Tangan 2.7.15 Aluminium foil Gambar 2.17 Aluminium Foil 2.7.16 Spuit 10 cc Gambar 2.18 Spuit 10 cc (Permatasari N, 2012) 2.8 Pengukuran Ca2+ Sitosol (Fura 2-AM) 2. 8.1 Bahan 1) Fura 2-AM (Sigma) yang dilarutkan dalam DMSO 2) Hepes Bufer 3) Fetal Bovine Serum (FBS) 2. 8.2 Alat 1) Mikroskop fluoresens Multicompound Nikon Optiphot2 2) Dilengkapi dengan kamera komputer dan image analyzer software. (Permatasari N, 2012) 2.9 Cara Pembuatan Larutan Pembuatan larutan untuk isolasi sel endotel menurut kriteria Jones (1996) adalah : 2.9.1 Pembuatan larutan HEPES 1) Di larutan 47,5 gram HEPES ke dalam 200 ml deionized water. 2) Disterilisasi secara filtrasi melalui filter 0,2 µ, simpan dalam -20 °C/6 bulan. 2.9.2 Pembuatan larutan bicarbonate phenol red 1) Dilarutkan 44 gram sodium hydrogen bicarbonate dan 30 mg phenol red ke dalam 1000 ml deionized water. 2) Diukur pH 7,6. 3) Sterilisasi ke dalam autoclave selama 10 menit pada suhu 115 °C. 4) Disimpan pada suhu 4 °C/6 bulan. 2.9.3 Pembuatan larutan gentamicin 1) Dilarutkan 75 mg gentamicin sulfat ke dalam 10 ml deionized water. 2) Sterilisasi dengan cara filtrasi melalui filter 0,2 µm 3) Disimpan pada suhu -20 °C/6 bulan. 2.9.4 Pembuatan medium cord solution 1) Diambil 8 ml HBSS dan ditambahkan 80 ml deionized water. 2) Dimasukkan 3,75 ml sodium hydrogen bicarbonate. 3) Ditambahkan 2,5 ml HEPES. 4) Ditambahkan 1,25 ml gentamycin. 5) Dilarutkan 200 µl dan 2 tetes HCl 10 N, pH 7,4 – 7,8. 6) Simpan dalam refrigerator suhu 4 °C. 2.9.5 Pembuatan larutan penisilin streptomisin 1) Dilarutkan 23,95 penisilin dan 52,50 mg streptomisin ke dalam 10 ml deionized water. 2) Sterilisasi dengan filtrasi 0,2 µm setiap 2,5 ml. 3) Disimpan pada suhu 20 °C/6 bulan. 2.9.6 Pembuatan larutan glutamine 1) Dilarutkan 0,292 g L-Glutamine dalam 10 ml deionized water. 2) Sterilisasi dengan filtrasi melalui prefilter 0,5 µm, kemudian filter 0,2 µm. 3) Disimpan pada suhu 20 °C/6 bulan. 2.9.7 Pembuatan medium serum free 1) Disediakan M 199 100 ml dalam kondisi tertutup aluminium foil, kemudian masukkan 1,25 ml penisilin streptomisin. 2) Diukur pH 7,2. 3) Ditambahkan 5 ml larutan bicarbonate phenol red dan 1,25 ml glutamine. 4) Sterilisasi dengan filtrasi 0,2 µm. 5) Disimpan pada suhu 4 °C. 2.9.8 Pembuatan medium kultur 1) Diambil 20 ml serum free pH 7,2 100 ml dalam kondisi tertutup aluminium foil, kemudian tambahkan 2,5 ml Fetal Bovine Serum (FBS). 2) Dimasukkan 2,5 ml NBS. 3) Diukur pH 7,1. 4) Sterilisasi dengan filtrasi 0,2 µm. 5) Disimpan pada suhu 4 °C. 2.9.9 Pembuatan larutan collagenase 1) Dilarutkan 0,005 g collagenase dalam 8 ml serum free. 2) Ukur pH 7,20. 3) Ditambahkan 50 µl HCl 1 N dan satu tetes HCl. 4) Sterilisasi dengan filtrasi melalui filter 0,2 µm. 5) Disimpan pada suhu 4 °C. (Permatasari N, 2012) 2.10 Prosedur Kerja Isolasi Dan Pembuatan Kultur HUVECs 2.10.1 Umbilicus dibersihkan dari jaringan dan bekuan darah yang ada dengan kertas tisu yang disemprot dengan alkohol 70%. 2.10.2 Masing-masing ujung umbilicus dipotong transversal sehingga terlihat dua arteri dan satu vena. 2.10.3 Vena akan terlihat mempunyai dinding yang lebih tebal, lebih besar dan elastis. Dicari vena yang paling besar dengan menggunakan pinset. Gambar 2.19 Langkah Ke-3 2.10.4 Kanul dimasukkan pada salah satu ujung vena (± 1,5 cm) kemudian di klem dengan catatan kanul tidak boleh lepas tapi tidak boleh buntu. Gambar 2.20 Langkah Ke-4 2.10.5 Vena dibersihkan/dibilas dengan 10 ml water 1 kali kemudian dibilas lagi dengan larutan PBSA 10 ml melalui kanul yang telah terpasang dengan spuit 10 cc sampai darahnya hilang dan bersih (bilasan dengan PBSA bisa dilakukan berkali-kali sampai darah benar-benar bersih). Gambar 2.21 Langkah Ke-5 2.10.6 Setelah bersih, ujung umbilicus yang lain di klem. Gambar 2.22 Langkah Ke-6 2.10.7 Masukkan larutan collagenase 5 ml seperti cara diatas dan spuit dibiarkan tetap menancap pada kanul. Enzim collagenase dipergunakan untuk merontokkan sel endotel. Gambar 2.23 Langkah Ke-7 2.10.8 Umbilicus yang mengandung larutan collagenase dihangatkan dengan cara didekap dengan kedua belah tangan dan didekatkan dengan api yang menyala di ruang laminar (agar mencapai suhu ~ 37 °C) selama 5-10 menit. Dalam penelitian ini menggunakan waktu 7 menit. 2.10.9 Collagenase yang telah mengandung endotel dikeluarkan dari umbilicus dengan cara menyedot melalui spuit yang masih terpasang pada ujung kanul. 2.10.10 Larutan collagenase dimasukkan pada tabung sentrifuge steril 15 cc. Gambar 2.24 Langkah Ke-10 2.10.11 Umbilicus dibilas dengan 8 ml larutan PBSA seperti diatas untuk membilas sel endotel yang masih tersisa kemudian disedot kembali seperti cara diatas dan ditambahkan ke tabung sentrifuge yang berisi larutan collagenase. Gambar 2.25 Langkah Ke-11 2.10.12 Larutan yang telah mengandung sel endotel tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Gambar 2.26 Langkah Ke-12 2.10.13 Supernatan dibuang kemudian ditambahkan 4 ml medium kultur (medium kerja M 199) pada pellet dan diresuspensi dengan pipetting sehingga sel endotel terpisah. Medium Kerja (M 199) ditambahkan SF yang mengandung tripsin EDTA. Gambar 2.27 Langkah Ke-13 2.10.14 Larutan dipindahkan ke dalam TC well plate (six well plate) yang sebelumnya dilapisi gelatin 0,2%. Gambar 2.28 Langkah Ke-14 2.10.15 Dimasukkan pada incubator CO2 5% pada suhu 37 °C selama 30 menit atau sampel sel lepas (sel confluence : sel penuh dan tumbuh). Gambar 2.29 Langkah Ke-15 2.10.16 Enam sumuran (six well plate) diambil dan sel endotel diamati dengan mikroskop inverted dengan perbesaran 400 kali. Gambar 2.30 Langkah Ke-16 2.10.17 Jika sel sudah menempel pada dasar sumuran, medium kultur diambil dan sel dibilas dengan larutan serum free 3 ml melalui filter 0,2 µm. Serum free diambil dengan spuit steril dan digantikan dengan medium kultur 4 ml melalui filter 0,2 µm. 2.10.18 Enam sumuran dimasukkan dalam incubator sampai monolayer (membentuk coblastone) ± 3-4 hari. 2.10.19 Medium diganti tiap 2 hari sekali. (Permatasari N, 2012) 2.11 Hasil Dan Diskusi Pemeriksaan Kultur Di Sel Endotel Vena Umbilicus Manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs) Secara umum, proses pelaksanaan langkah-langkah kultur sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs) sudah diterapkan dengan benar dibawah bimbingan laboran dari Laboratorium Biomedik, dan semua peserta mengikuti dengan antusias prosesnya mulai dari awal, namun karena memang keterbatasan alat, bahan dan media kultur tidak semua mahasiswa mencoba dari awal sampai akhir, dan dilakukan prosesnya secara bergantian pada tiap-tiap proses. Kembali lagi pada tujuan pembelajaran praktikum ini, maka hal tersebut kami lakukan agar proses pembelajaran berjalan sesuai, dan yang terpenting mahasiswa mengetahui mana teknik yang benar, dan mana teknik yang salah, serta memahami solusi pemecahan masalahnya. Dalam praktikum kultur sel endotel manusia (HUVECs) diperoleh dari vena umbilikus manusia. Umbilikus yang digunakan telah memenuhi kriteria inklusi, yaitu didapatkan dari hasil persalinan Sectio Caesaria (SC) yang meliputi kehamilan fisiologis (normal), kehamilan dengan pinggul sempit dan kehamilan dengan letak melintang. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah umbilikus hasil persalinan SC dengan kehamilan disertai infeksi, hipertensi atau kondisi ketuban pecah dini. Umbilikus yang telah memenuhi kriteria inklusi diatas kemudian disimpan dalam media transport (cord solution) dengan komposisi NaBic, M 199 dan gentamycin. Penyimpanan dalam medium ini bertujuan untuk mempertahankan kondisi fisiologi umbilikus sebelum dilakukan kultur. Umbilikus segera ditumbuhkan secara in vitro setelah proses persalinan dalam waktu 12 jam agar kondisi sel yang didapatkan setelah ditumbuhkan dapat optimal. Prinsip dalam pemeriksaan kultur sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs) dalam praktikum ini dilakukan dengan teknik steri dan dalam kondisi aseptik serta ditumbuhkan dalam media yang memungkinkan sel HUVECs untuk hidup (disesuaikan dengan kebutuhan hidup sel) yang berisi bahan-bahan untuk pertumbuhan sel seperti nutrien, growth factors, sumber ion, antibiotik, prekursor biosintesis, metabolit, stimulan dan vitamin. Di dalam media kultur, sel mampu berproliferasi membentuk selapis sel (mono layer) pada dasar/dinding tabung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan primary cell culture yangmana sel dipisahkan dari jaringan secara enzimatik menggunakan kolagenase. Hasil pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs) melalui pengamatan dengan menggunakan mikroskop inverted dengan perbesaran 400 kali yang dilengkapi dengan kamera komputer image analyzer software ditunjukkan pada gambar di bawah ini : (a) (b) (c) (d) Gambar 2.30a,b,c,d Hasil Pemeriksaan Kultur Sel Endotel HUVECs  Diskusi : Menurut Arjita, dkk (2002), ciri-ciri sel endotel normal secara morfologis adalah bentuk sel endotel cobblestone dengan ciri spesifik sel pada bagian tengah tampak bulat dan terang (menyala), bentuk sel pipih dengan jarak antara sel yang teratur dan rapat, permukaan sel mulus ditandai dengan penampakan inti, membran plasma, sitoplasma, extra celluler matriks (ECM) dan tidak terdapat sel yang apoptosis serta monolayer primer. Evaluasi kultur sel diantaranya menurut Noor (2013) : 1) Jika sel hidup, media jernih dan warna media agak menguning 2) Jika sel mati, media makin jambu dan agak keruh 3) Dengan melihat dibawah mikroskop inversi, kelihatan sel melekat di dasar cawan 4) Jika sel mengapung di media setelah 24 jam, berarti sel mati Dari hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop inverted dengan perbesaran 400 kali yang dilengkapi dengan kamera komputer image analyzer software, terdapat sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs) dengan ciri-ciri bentuk sel endotel cobblestone dengan ciri spesifik sel pada bagian tengah tampak bulat dan terang (menyala), bentuk sel pipih dengan jarak antara sel yang teratur dan rapat, permukaan sel mulus ditandai dengan penampakan inti, membran plasma, sitoplasma, extra celluler matriks (ECM) dan tidak terdapat sel yang apoptosis serta monolayer primer yang tumbuh confluent (Sel confluent dicirikan dengan populasi sel yang memenuhi tempat attachment dan saling bersentuhan antar sel menandakan adanya hubungan komunikasi agar sel tumbuh) pada media yang jernih dan warna media agak menguning dan menempel/melekat pada dasar media flask kultur, terdapat bagian sel yang akan tumbuh menjadi sel endotel baru, selain itu disekitarnya masih terdapat sisa-sisa sel eritrosit yang kemungkinan disebabkan karena pencucian menggunakan PBSA yang belum bersih. Jika menanam sel yang masih tercampur dengan eritrosit, pisahkan eritrosit dari sel-sel yang diinginkan dengan menambahkan EDTA. Ditunggu sebentar baru sel terpisah dari eritrosit. Dalam keadaan ini, sel dalam keadaan hidup dan siap diperlakukan untuk keperluan penelitian. Akan tetapi pada praktikum ini masih sebatas sampai flask kultur, belum sampai pada tahap subkultur dikarenakan keterbatasan waktu.   BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop inverted dengan perbesaran 400 kali yang dilengkapi dengan kamera komputer image analyzer software, terdapat sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs) dengan ciri-ciri bentuk sel endotel cobblestone dengan ciri spesifik sel pada bagian tengah tampak bulat dan terang (menyala), bentuk sel pipih dengan jarak antara sel yang teratur dan rapat, permukaan sel mulus ditandai dengan penampakan inti, membran plasma, sitoplasma, extra celluler matriks (ECM) dan tidak terdapat sel yang apoptosis serta monolayer primer yang tumbuh confluent pada media yang jernih dan warna media agak menguning dan menempel/melekat pada dasar media flask kultur, terdapat bagian sel yang akan tumbuh menjadi sel endotel baru, selain itu disekitarnya masih terdapat sisa-sisa sel eritrosit yang kemungkinan disebabkan karena pencucian menggunakan PBSA yang belum bersih. Jika menanam sel yang masih tercampur dengan eritrosit, pisahkan eritrosit dari sel-sel yang diinginkan dengan menambahkan EDTA. Ditunggu sebentar baru sel terpisah dari eritrosit. Dalam keadaan ini, sel dalam keadaan hidup dan siap diperlakukan untuk keperluan penelitian. Akan tetapi pada praktikum ini masih sebatas sampai flask kultur, belum sampai pada tahap subkultur dikarenakan keterbatasan waktu. 3.2 Saran Diharapkan pemeriksaan kultur di sel endotel vena umbilicus manusia/Human Umbillical Vein Endothelial Cells (HUVECs) dapat meningkatkan kompetensi profesi kebidanan dalam bidang biologi molekuler yang bisa bermanfaat terhadap pemberian pelayanan kebidanan kepada ibu, bayi, keluarga dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesehatan bagi ibu, bayi, keluarga maupun masyarakat.

Laporan Praktikum ELIZA,Spektrofotometri, Immunohistokimia, Dot Blotting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu teknik biokimia yang terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. Dalam pengertian sederhana, sejumlah antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu permukaan, kemudian antibodi spesifik dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga akan berikatan dengan antigennya. Antibodi ini terikat dengan suatu enzim, dan pada tahap terakhir, ditambahkan substansi yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal yang dapat dideteksi. Dalam ELISA fluoresensi, saat cahaya dengan panjang gelombang tertentu disinarkan pada suatu sampel, kompleks antigen/antibodi akan berfluoresensi sehingga jumlah antigen pada sampel dapat disimpulkan berdasarkan besarnya fluoresensi denan menggunakan spectrofotometer. Elektroforesis sering digunakan untuk karakterisasi protein antigen berdasarkan berat molekul, selain itu juga untuk mengetahui titik isoelektrik dengan IEF (Iso Electric Focousing). Metode elektroforesis yang digunakan diantaranya SDS-PAGE, Dot blotting dan Western blotting. Imunohistokimia adalah suatu metode kombinasi dari anatomi, imunologi dan biokimia untuk mengidentifikasi komponen jaringan yang memiliki ciri tertentu dengan menggunakan interaksi antara antigen target dan antibodi spesifik yang diberi label. Dengan menggunakan imunohistokimia, kita dapat melihat distribusi dan lokalisasi dari komponen seluler spesifik diantara sel dan jaringan lain di sekitarnya dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa. Komponen seluler tersebut dapat terlihat karena kompleks antigen-antibodi yang sudah dilabel akan memberikan warna yang berbeda dari sekitarnya. Pesatnya kemajuan ilmu Biologi Molekuler memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu Kebidanan molekuler, khususnya dalam bidang Patobiologi molekuler yang mencakup pemahaman sign dan symptom secara lebih mendasar. Pemahaman gangguan homeostasis pada tataran molekuler yang belum memunculkan sign dan symptom sebagai manifestasi klinik, akan menghasilkan diagnosis molekuler yang bersifat lebih akurat dan dini. Keberhasilan dalam mengungkap Patobiologi molekuler suatu penyakit merupakan titik cerah penanganan paripurna penyakit tersebut, mulai dari pencegahan, diagnosis, dan terapi berdasarkan ”molecular target” nya, sehingga dapat mengurangi morbiditas dan efek samping pada saat intervensi medik (FK UNS, 2013). Dalam makalah ini akan dibahas mengenai “Pemeriksaan Spektofotometri, ELIZA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay), SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis); Western Blotting (Imunoperoksidase); Dot Blotting (Immunoperoksidase), Imunohistokimia” yang akan menambah wawasan kita mengenai pentingnya pemeriksaan ini bagi tenaga kesehatan khususnya bidan dalam mengidentifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan prognosis suatu penyakit tertentu pada pasien. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana terurai dimuka, maka dapat dirumuskan masalah : “Bagaimana pemeriksaan spektofotometri, ELIZA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay), SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis); Western Blotting (Imunoperoksidase); Dot Blotting (Immunoperoksidase), Imunohistokimia?” 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui konsep dasar, kegunaan, prinsip, prosedur kerja dan hasil dari pemeriksaan spektofotometri, ELIZA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay), SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis); Western Blotting (Imunoperoksidase); Dot Blotting (Imunoperoksidase), Imunohistokimia. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Untuk mengetahui konsep dasar, kegunaan, prinsip, prosedur kerja dan hasil dari pemeriksaan spektofotometri pada kadar absorbansi dan konsentrasi dari standart BSA (Bovine Serum Albumin) dan sampel salmonella thyposa pada protein sapi. 1.3.2.2 Untuk mengetahui konsep dasar, kegunaan, prinsip, prosedur kerja dan hasil pemeriksaan ELIZA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) pada penghitungan kadar IL-1β (absorbansi dan konsentrasi) pada sampel salmonella typosa. 1.3.2.3 Untuk mengetahui konsep dasar, kegunaan, prinsip, prosedur kerja dan hasil dari pemeriksaan SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis), Western Blotting (Imunoperoksidase) dan Dot Blotting (Immunoperoksidase) penghitungan berat molekul dan antigen spesifik yang terekspresi pada protein villi AD36 sampel bakteri salmonella typosa. 1.3.2.4 Untuk mengetahui konsep dasar, kegunaan, prinsip, prosedur kerja dan hasil dari pemeriksaan Imunohistokimia dari preparat e-Nos dan NFкB pada jaringan otak mencit yang terpapar malaria mergie. 1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Teoritis Dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan kebidanan khususnya yang terkait dengan pemeriksaan spektofotometri, ELIZA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay), SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis); Western Blotting (Imunoperoksidase); Dot Blotting (Imunoperoksidase), Imunohistokimia. 1.4.2 Manfaat Praktisi Dasar Praktik laboratorium dari pemeriksaan spektofotometri, ELIZA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay), SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis); Western Blotting (Imunoperoksidase); Dot Blotting (Imunoperoksidase), Imunohistokimia yang telah diperoleh di perkuliahan dapat digunakan sebagai dasar pemeriksaan penunjang bagi profesi kebidanan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada ibu dan bayi, keluarga maupun masyarakat demi meningkatkan kesehatan ibu dan anak, keluarga dan masyarakat.  BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemeriksaan Spektofotometri 2.1.1 Konsep Dasar Merupakan salah satu metode analisa kuantitatif suatu zat kimia berdasarkan sifat absorbsinya terhadap radiasi sinar elektromagnetik serta interaksinya antara zat kimia dengan radiasi sinar elektromagnetik. Alat yang digunakan untuk mengukur transmitan atau adsorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang adalah spektrofotometer. 2.1.2 Kegunaan Untuk mengetahui kadar albumin dalam serum atau plasma dengan menentukan absorbansi dan konsentrasi dari suatu zat yang terlarut serta menentukan transmitan dengan panjang gelombang 540 nm dengan menggunakan alat spektrofotometer dengan metode biuret. Fungsi reagent dalam percobaan spektrofotometri ini adalah untuk memunculkan karakteristik zat yang terdapat dalam larutan yang akan dianalisa (Day,Jr.R.A.,Underwood, 1993). Fungsi pengenceran adalah untuk meminimalisir kesalahan, karena hukum Beer berlaku pada larutan encer agar larutan dapat ditembus cahaya. 2.1.3 Prinsip 1) Prinsip pemeriksaan Serum atau plasma yang mengandung albumin bila direaksikan dengan pereaksi biuret maka akan terbentuk kompleks berwarna biru atau ungu yang dapat diukur absorbansinya dengan spektrofotometri visible pada panjang gelombang 540-546 nm. Pada praktikum ini, panjang gelombang yang digunakan adalah 540 nm. 2) Prinsip kerja a) Terdiri dari dua bagian, yaitu : (1) Spektrometer, bagian untuk memproduksi cahaya pada warna/panjang gelombang tertentu, dan (2) Fotometer, bagian untuk mengukur intensitas cahaya. b) Spektrometer dan fotometer didisain sehingga suatu kuvet larutan dapat diletakkan diantara keduanya. c) Jumlah cahaya yang melewati/menembus kuvet diukur oleh fotometer. d) Fotometer memberikan signal ke alat display (biasanya galvanometer). e) Signal berubah sesuai dengan perubahan jumlah cahaya yang diserap oleh larutan. 3) Prinsip pengukuran dengan spektofotometer (1) Bila jarak cahaya adalah tetap (untuk satu spektrofotometer), maka hukum Beer dapat ditulis sebagai : I : I0 = 10kc = T Keterangan : k = adalah kosntanta yang baru, dan T = transmitan dari larutan (2) Terdapat hubungan logaritmik antara transmitan dan konsentrasi dari senyawa berwarna, yaitu : (a) log T = log (1/T) = kc = densitas optik (optical density) (O.D.) = Abs (b) O.D. dinyatakan sebagai absorban unit (abs), merupakan skala logaritmik, atau sebagai % transmitans yang merupakan skala aritmatika. Abs merupakan skala yang sangat berguna dalam uji kolorimetri. (3) Untuk A=1, maka T=10%; untuk A=2, maka T=99%; untuk A=3, maka T=99,9% 2.1.4 Prosedur Kerja 1) Membuat reagen Biuret a) NaOH 2,5 M 15 ml, caranya : Karena NaOH bentuknya padat, sehingga harus diencerkan dengan menghitung molaritas : M = 2,5 = 2,5 X . 15= 25 37,5 X = 25 X = X = 1,5 gram NaOH 1,5 gram dilarutkan dengan aquadest 15 ml. b) NaOH 15 ml + CuSO4 0,075 gram c) NaOH 15 ml + CuSO4 0,075 gram + Kalium Natrium 0,3 gram d) NaOH 15 ml + CuSO4 0,075 gram + Kalium Natrium 0,3 gram + ddH2O sampai dengan 50 ml (ddH2O 35 ml + 15 ml NaOH; CuSO4; Kalium Natrium) e) NaOH 15 ml + CuSO4 0,075 gram + Kalium Natrium 0,3 gram + ddH2O sampai dengan 50 ml + KI (Kalium Iodida) 0,05 gram. 2) Membuat stok standart BSA (Bovine Serum Albumin) = 10 mg/ml=0,01 gram/ml (0,01 gram diencerkan dalam 1 ml atau cc) 3) a) Membuat standart BSA dari stok standart BSA yang dibuat sebelumnya. Untuk menghitung pengencer BSA dengan volume NaCl 0,9% (pengencer) : 15 ml (NaCL) x 15 = 0,135 gram (toleransi 0,02) Dalam 15 ml NaCl, dibutuhkan standart BSA 0,135 gram. Tabel 2.1 Standart BSA No Volume BSA yang dipipet Volume NaCl 0,9% (pengencer) Konsentrasi Standart BSA 1 12,5 µL 987,5 µL 0,125 mg/ml 2 25 µL 975 µL 0,25 mg/ml 3 50 µL 950 µL 0,5 mg/ml 4 100 µL 900 µL 1 mg/ml 5 200 µL 800 µL 2 mg/ml b) Sampel 25 µL sampel untuk mencari konsentrasi + 975 µL PBS (Phospat Buffer Salin yang berfungsi untuk mempertahankan pH). Sampel terdiri dari : (1) STY052AP1 diambil 25 µL + PBS 975 µL (2) STY052AP2 diambil 25 µL + PBS 975 µL (3) STY052AP3 diambil 25 µL + PBS 975 µL (4) STY052CAWR diambil 25 µL + PBS 975 µL (5) STY052PPLT diambil 25 µL + PBS 975 µL 4) Masing-masing standart BSA yang dibuat diatas dan sampel (harus dikerjakan bersamaan waktunya) ditambah 3 ml reagen biuret, dicampur dengan di vortex (alat) yang berfungsi agar cairan tercampur/homogeny. 5) BSA standart dan sampel diinkubasi dalam suhu 37 °C selama 30 menit. 6) Diukur di spektofotometer pada (panjang gelombang) 540 nm Blangko : Aquades (sebagai titik nol) Standart : memakai standart BSA 7) Absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke rumus excel sehingga diperoleh penyamaan y=ax + b, dimana : Y= absorbansi X= konsentrasi x Fp (Faktor pengencer) 975 PBS + 25 sampel = = 40 x 2.2 Pemeriksaan ELIZA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) 2.2.1 Konsep Dasar Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu teknik biokimia yang terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. ELISA adalah suatu metode yang dikerjakan sebagai sarana mengukur kadar antigen atau antibodi dalam suatu medium cair, seperti serum atau organ yang telah dicairkan/dilarutkan. Spectrofotometer adalah sebuah alat yang dapat mengukur jumlah dari cahaya yang menembus sumuran dari microplate. Kompleks antigen-antibodi yang kita buat pada well mcroplate akan memberikan perubahan warna pada cairan tersebut, sehingga akan memberikan optical density yang berbeda. Optical density dapat dinyatakan meningkat atau menurun berdasarkan pengenceran material standart, sehingga akan menghasilkan kurva dose-response yang nantinya akan digunakan untuk mengestimasi kadar protein tersebut. Teknik ELISA adalah system sederhana, mudah, sensitif, cepat, reliabel, dan adaptable untuk mendeteksi secara mikrokuantisasi dai protein Ag atau Ab. Gambar 2.1 Metode Pemeriksaan ELIZA 2.2.2 Kegunaan ELISA telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis, patologi tumbuhan, dan juga berbagai bidang industri, industri makanan untuk mendeteksi allergen potensial dalam makanan seperti susu, kacang, walnut, almond, dan telur. ELISA juga dapat digunakan dalam bidang toksikologi untuk uji pendugaan cepat pada berbagai kelas obat. Dalam penggunaan sehari-hari ELISA bisa digunakan untuk melabel suatu antigen atau mengetahui antibodi yang ada dalam tubuh manusia maupun hewan. Apabila kita ingin mengetahui antigen apa yang ada di dalam tubuh, maka yang diendapkan adalah antibodi-nya, begitu pula sebaliknya. Fungsi dari test ELISA yaitu bukan hanya untuk mengetahui keberadaan suatu antigen dengan antibodi tetapi juga untuk mengukur kadar antigen atau antibodi tersebut dengan menggunakan alat SPEKTROFOTOMETER. 2.2.3 Prinsip 1) Fase coating, fase reaksi Antigen (Ag) Antibodi (Ab) dan fase reaksi kimiawi. 2) Salah satu dari immunoreactant (Ag atau Ab) dilekatkan mikrotiter plate dengan cara absorpsi. 3) Jumlah Ag/Ab dideteksi dengan menambahkan suatu substrate chromogenic, menggunakan alat ELIZA reader (prinsip alat = spektofotometer) Gambar 2.2 Prinsip ELIZA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) Secara praktis, diklasifikasikan dalam 2 macam : 1) competitive assays menggunakan Ag/Ab-E conjugate; 2) non competitive assays menggunakan teknik “sandwich” (menggunakan 2 detektor, dimana Ab sekunder dikonjugasi dengan indicator enzim). Dalam pengertian sederhana, sejumlah antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu permukaan, kemudian antibodi spesifik dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga akan berikatan dengan antigennya. Antibodi ini terikat dengan suatu enzim, dan pada tahap terakhir, ditambahkan substansi yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal yang dapat dideteksi. Dalam ELISA fluoresensi, saat cahaya dengan panjang gelombang tertentu disinarkan pada suatu sampel, kompleks antigen/antibodi akan berfluoresensi sehingga jumlah antigen pada sampel dapat disimpulkan berdasarkan besarnya fluoresensi denan menggunakan spectrofotometer. Metode ELISA yang dilakukan dalam praktikum ini merupakan metode untuk mengukur kadar IL-1β dalam serum pasien. Prinsipnya adalah adanya ikatan antigen-antibodi yang akan dibaca dengan reaksi enzimatis yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan intensitas warna pada larutan. Intensitas warna ini kemudian akan diukur pada ELISA reader. Metode ELISA dengan cara diatas adalah model ELISA indirek atau tidak langsung. Metode ini menggunakan ikatan antara antibodi primer dengan antibodi sekunder yang telah dikonjugasikan dengan biotin dan biotin ini akan diikat oleh enzim SAHRP yang akan bereaksi dengan substrat TMB. Penggunaan model ELISA ini bertujuan supaya terjadi amplifikasi reaksi enzimatis yang sehingga intensitas warna yang terjadi akan lebih kuat dan pembacaannya juga lebih mudah. 2.2.4 Prosedur Kerja 1) Mengacu pada tata letak lembar esai untuk menentukan jumlah sumur yang akan digunakan dan menempatkan setiap sumur yang tersisa dengan pengering ke dalam kantong kembali dan segel Ziploc. Simpan sumur yang tidak terpakai pada suhu 4°C. 2) 50 µL pipet pengencer standart atau media kultur jaringan di sumur S0 (0 pg/ml standart). 3) 50 µL pipet standart #melalui 1# 5 di sumur yang sesuai standart untuk sumuran 1-5 4) 50 µL pipet sampel di sumuran yang sesuai  sampel serum ada 3. Keterangan Poin 3 dan 4 : 1 strip isi 8 sumuran (5 untuk standart dan 3 untuk sampel). 5) 50 µL pipet antibodi di masing-masing sumuran kecuali di sumuran yang kosong  50 µL antibodi dimasukkan pada masing-masing sumuran dalam 1 strip (5 untuk standart dan 3 untuk sampel). 6) Tekan piringan dengan lembut untuk mencampur isi. 7) Segel piringan dan diinkubasi di suhu ruangan selama 3 jam. 8) Kosongkan isi sumuran dan cuci dengan menambahkan 300 µL cairan pencuci (Washing Buffer/WB) di tiap sumuran. Ulangi pencucian kedua sampai total 3 kali pencucian. Setelah selesai dicuci, kosongkan atau aspirasi sumuran dan tegas dalam menekan (diketok piringan) dengan kain handuk atau tissue untuk menghapus WB yang tersisa dan untuk membuang kelebihan reaksi. 9) 100 µL pipet preparat strepavidin-cairan HRP di masing-masing sumuran kecuali pada sumuran yang kosong (untuk reaksi kompleks avidin-biotin) dan ditutup. 10) Segel piringan dan diinkubasi di suhu ruangan selama 30 menit. 11) Kosongkan isi sumuran dan dicuci dengan menambahkan 30 µL cairan pencuci/WB di masing-masing sumuran. Ulangi pencucian kedua sampai total 3 kali pencucian. Setelah selesai mencuci, kosongkan atau aspirasi sumuran dan tegas dalam menekan (diketok piringan) dengan kain handuk atau tissue untuk menghapus WB yang tersisa dan untuk membuang kelebihan reaksi. 1 x cuci  keringkan 2 x cuci  keringkan 3 x cuci  keringkan 12) Ditambahkan 100 µL pipet cairan substrat di masing-masing sumuran (8 sumuran)  berwarna biru. Fungsi : untuk visualisasi reaksi antigen-antibodi. 13) Diinkubasi selama 30 menit di suhu ruangan gelap  cairan tidak dibuang. 14) Langsung ditambahkan cairan stop 100 µL di masing-masing sumuran. Reaksi stop ini dan piringan sebaiknya segera dibaca  berwarna kuning. 15) Sumur yang nomer 1 kosong diisi aquabidest 200 µL  sumur yang kosong terbaca sebagai sumuran kosong. Baca densitas optic 450 nm mengacu dengan koreksi antara 570 dan 590 nm. Jika pembaca piringan tidak mampu membaca sumur kosong, manual substrat mengartikan densitas optic sumuran kosong dari semua yang terbaca. 2.3 Pemeriksaan SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis), Western Blotting (Immunoperoksidase) Dan Dot Blotting (Immunoperoksidase) 2.3.1 SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis) 1) Konsep Dasar Pada SDS-PAGE, protein dielektroforesis dalam detergen ionic, yaitu Sodium Dodecyl Sulphate (SDS). Detergen ini akan mengikat residu hidrophobik dari bagian belakang peptide, salah satu dari setiap asam amino, sehingga dapat membuka rantai peptide secara komplit. PProtein SDS-komplek akan migrasi melalui poliakrilamid tergantung dari berat molekulnya. Konsep SDS-PAGE : a) memisahkan protein berdasar BM b) merupakan teknik analisis campuran protein yang paling sering digunakan c) merupakan proses bergeraknya molekul bermuatan pada suatu medan listrik. Kecepatan bergerak tergantung pada muatan, bentuk dan ukuran à untuk pemisahan makromolekul d) memerlukan matriks penyangga à gel poliakrilamid 2) Kegunaan Untuk mengkarakterisasi protein berdasarkan berat molekul, struktur subunit dan kemurnian protein. 3) Prinsip a) Protein bereaksi dengan detergen anionik (sodium dodecyl sulfate, atau sodium lauryl sulfate) membentuk kompleks yang bermuatan negatif. b) Protein terpisah berdasarkan perbedaan muatan dan ukuran melalui pori2 pada matriks penyangga gel poliakrilamid. c) Protein yang tersangkut pada gel diwarnai dengan zat pewarna commasie blue atau silver nitrat à membentuk pita-pita protein yang berwarna. 4) Prosedur Kerja a) Membuat main gel dan stacking gel 3% Tabel 2.2 Main Gel No Main Gel 12,5% 1 slap (µL) 1 Acrylamida (karsinogenik) 30% 2063 2 Tris HCl 1,5 M pH 8,8 1250 3 Aquades steril 1635 4 SDS 10% 50 5 APS 10% 50 6 Temed 10 Kemudian dicampur dalam gelas reaksi Tabel 2.3 Stacking Gel No Stacking Gel 3% 12,5 1 slap (µL) 1 Acrylamida (karsinogenik) 30% 257,5 2 Tris HCl 1 M pH 6,8 312,5 3 Aquades steril 662,5 4 SDS 10% 12,5 5 APS 10% 3,75 6 Temed 2,5 Kemudian dicampur dalam gelas reaksi b) Main gel dan stacking gel dimasukkan pada sumuran elektroforesis. c) 20 µL sampel ditambah 20 µL RSB dimasukkan dalam eppendorf (1) 20150P2 20 µL + RSB 20 µL (2) 20150P3 20 µL + RSB 20 µL (3) 8873P3 20 µL + RSB 20 µL (4) 8873P4 20 µL + RSB 20 µL d) Dipanaskan selama 5 menit pada air mendidih  sampel divortex. e) Masukkan sampel pada sumuran gel elektroforesis.Di tiap sumur untuk 1 sampel 20 µL diberikan dalam 2 x pemberian (10µL + 10µL) f) Running sampel pada 120 V selama 90 menit g) Angkat gel, lakukan staining diatas shaker selama 20-30 menit (dengan Commasie brilliant blue R 250) h) Pindahkan gel kedalam larutan destaining, ± 1-2 jam (sambil tetap dishaker) i) Lakukan destaining semalam diatas shaker sampai gel kelihatan bersih j) Hitung berat molekul (BM) protein pada band protein yang tampak pada gel. 2.3.2 Western Blotting (Immunoperoksidase) 1) Konsep Dasar Disebut juga dengan “protein immunoblot”. Metode yang luas digunakan untuk mendeteksi protein spesifik atau antigen (Ag) dalam homogenat / ekstrak. 2) Kegunaan Untuk mendeteksi protein spesifik atau antigen (Ag) dalam homogenat / ekstrak. 3) Prinsip a) Sampel protein (polipeptida) dipisahkan dengan SDS-PAGE, kemudian ditransfer ke kertas nitroselulose atau PVDF. b) Polipeptida spesifik diidentifikasi menggunakan Ab (monoklonal atau poliklonal) yang bereaksi spesifik dengan polipeptida pada kertas. c) Terkadang diperlukan Ab sekunder (antibodi terhadap IgG spesies yang digunakan membuat Ab primer). d) Ab detektor harus dilabel radioisotop, atau dikonjugasi dengan petanda anzim atau sistim avidin-biotin. 4) Prosedur Kerja a) Menyiapkan SDS-PAGE b) Transfer pada membrane nitroselulosa pada arus 0,3 A dan tegangan 20 V selama 2 jam. c) Ponceau 2%, potong protein penanda d) Bilas dengan H2O sampai tinggal warna pita e) Blocking dengan TBS-Skim Milk 5% semalam pada suhu 4°C. Washing TBS-Tween 0,05% (2 x 10 menit), goyang pelan. f) Inkubasi dalam antibody primer, overnight 4°C. Washing TBS-Tween 0,05% (2 x 10 menit), goyang pelan. g) Inkubasi dalam antibosi sekunder (Peroksidase/Biotin Conjugate) 2 jam, suhu ruang, goyang pelan. Washing TBS-Tween 0,05% (2 x 10 menit), goyang pelan. h) Inkubasi dalam SAHRP 1 jam, suhu ruang, goyang pelan. Washing TBS-Tween 0,05% (2 x 10 menit), goyang pelan. i) Substrat TMB ± 20 menit, dalam ruang gelap. j) Stop dengan aquadest dan keringkan anginkan. 2.3.3 Dot Blotting (Immunoperoksidase) 1) Konsep Dasar Metode dot blotting dikembangkan untuk semiquantitatif pada uji imun untuk mendeteksi antigen. 2) Kegunaan Untuk mengetahui jenis antigen bukan berat molekul protein, namun estimasi konsentrasi antigen dapat diketahui pada dot blotting ini tetapi jarang akurat karena sulit untuk dikatakan akurat terhadap warna yang timbul pada blots tersebut. Metode ini cukup baik untuk digunakan uji atau skrining dengan sampel yang cukup banyak. 3) Prinsip a) Merupakan metode western blot yang sederhana b) Biomolekul dideteksi tanpa pemisahan elektroforesis seperti pada western blot, tetapi dapat dideteksi langsung pada sampel yang masih crude. c) Sampel diteteskan pada membran, kemudian dideteksi menggunakan antibodi (primer atau sekunder) seperti pada western blot. d) Teknik ini menghemat waktu, tetapi : tidak diketahui ukuran dari molekul target dan 2 molekul yang berbeda terdeteksi sebagai 1 blot. e) Dot blot hanya mengkonfirmasi ada atau tidak ada terhadap molekul target. 4) Prosedur Kerja a) Membran nitroselulosa dirangkai pada alat Bio-Dot apparatus Bio-Rad b) Protein (Ag) dimasukkan semua sumuran 50 µL c) Degas sampai benar-benar terserap d) Blocking dengan TBS-Skim Milk 5% semalam pada suhu 4°C. Washing TBS-Tween 0,05% (3 x 3 menit), goyang pelan. e) Inkubasi dalam antibodi primer, overnight 4°C. Washing TBS-Tween 0,05% (3 x 3 menit), goyang pelan. f) Inkubasi dalam antibodi sekunder (Peroksidase/Biotin Conjugate) 50 µL 2 jam, suhu ruang, goyang pelan. 50 µL di masing-masing sumur : sumuran pertama terdiri dari 7 sumuran (1 kontrol dan 6 sampel). Sedangkan sumuran kedua terdiri dari 4 sumuran (4 sampel). Washing TBS-Tween 0,05% (3 x 3 menit), goyang pelan  cucian 1 selama 3 menit kemudian buang cucian kedua selama 3 menit kemudian buang  cucian ketiga selama 3 menit kemudian buang. g) Inkubasi dalam SAHRP 1 jam, suhu ruang, goyang pelan. Washing TBS-Tween 0,05% (3 x 3 menit), goyang pelan. h) Substrat TMB ± 20 menit, dalam ruang gelap. i) Stop dengan aquadest dan keringkan anginkan. 2.4 Pemeriksaan Imunohistokimia 2.4.1 Konsep Dasar Imunohistokimia adalah suatu metode kombinasi dari anatomi, imunologi dan biokimia untuk mengidentifikasi komponen jaringan yang memiliki ciri tertentu dengan menggunakan interaksi antara antigen target dan antibodi spesifik yang diberi label. Dengan menggunakan imunohistokimia, kita dapat melihat distribusi dan lokalisasi dari komponen seluler spesifik diantara sel dan jaringan lain di sekitarnya dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa. Komponen seluler tersebut dapat terlihat karena kompleks antigen-antibodi yang sudah dilabel akan memberikan warna yang berbeda dari sekitarnya. Imunohistokimia dibagi menjadi 2 metode, yaitu metode direct dan indirect. Pada metode direct, antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan akan dimodifikasi dengan mengkonjugasikan molekul indikator pada antibodi tersebut. Molekul indikator tersebut dapat berupa molekul yang berpendar seperti biotin atau enzim peroksidase, sehingga apabila diberikan substrat akan memberikan warna pada jaringan tersebut. Selanjutnya dalah metode indirect, pada metode ini antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan disebut sebagai antibodi primer dan tidak dilakukan modifikasi pada antibodi ini. Namun diperlukan antibodi lain yang dapat berikatan dengan antibodi primer yang disebut dengan antibodi sekunder. Antibodi sekunder ini dimodifikasi sehingga memiliki molekul indikator pada antibodi tersebut. Setiap 1 antibodi primer dapat dikenali oleh lebih dari 1 antibodi sekunder, oleh karena itu, setelah diberikan substrat akan terbentuk warna yang lebih jelas pada jaringan tersebut. Langkah-langkah dalam melakukan imunohistokimia dibagi menjadi 2, yaitu preparasi sampel dan labeling. Preparasi sampel adalah persiapan untuk membentuk preparat jaringan dari jaringan yang masih segar. Preparasi sample terdiri dari pengambilan jaringan yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya menggunakan formaldehid, embedding jaringan dengan parafin atau dibekukan pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom, deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan epitop jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik lain. Sampel labeling adalah pemberian bahan-bahan untuk dapat mewarnai preparat. Sampel labeling terdiri dari imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan sekunder, pemberian substrat, dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di sekitarnya. 2.4.2 Kegunaan Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan prognosis kanker. Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati dibawah mikroskop. Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasap mata. Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna : Luminescence, zat berfluoresensi : fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin, logam berat : colloidal, microsphere, gold, silver, label radioaktif, dan enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase. Enzim (yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen (yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut) yang dapat diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang terang). Akan tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense. 2.4.3 Prinsip Nama imunohistokimia diambil dari nama immune yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini ialah penggunaan antibodi dan histo menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Dengan kata lain, imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup. Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan yang bervariasi tergantung dari tujuan pemeriksaan. Prinsip metode ini adalah pengukuran serapan cahaya kompleks berwarna ungu dari protein yang bereaksi dengan pereaksi biuret dimana, yang membentuk kompleks adalah protein dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi biuret dalam suasana basa. Semakin tinggi absorbansi yang diberikan, semakin tinggi pula kandungan albumin yang terdapat di dalam serum tersebut. Dalam pereaksi biuret terkandung 3 macam reagen yaitu reagen yang pertama adalah CuSO4 dalam aquadest dimana reagen ini berfungsi sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk kompleks dengan protein. Reagen yang kedua adalah K-Na-Tartrat yang berfungsi untuk mencegah terjadinya reduksi pada Cu2+ sehingga tidak mengendap. Reagen yang ketiga adalah NaOH dimana fungsinya adalah membuat suasana basa. Suasana basa akan membantu pembentukan Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-. Pada tabung dimasukkan Natrium sulfit 25% sebnyak 2 mL ini kemudian dimasukkan sampel plasma 0,2 mL dan 2 mL kemudian dikocok kuat. Penambahan natrium sulfit dan eter ini adalah berguna untuk memisahkan antara albumin dengan protein plasma lainnya seperti globulin, fibrinogen dan lain-lain. Selanjutnya didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan cairan, lapisan atas terdiri dari eter dan protein plasma lainnya. Sedangkan bagian bawah mengandung albumin sehingga lapisan bagian atas dibuang dan lapisan bagian bawah kemudian ditambahkan dengan pereaksi biuret dan dikocok. Pada saat sampel dikocok, jangan sampai menimbulkan buih karena akan mempengaruhi pengukuran absorbansi. Dan setelah ditetesi pereaksi biuret, sampel didiamkan selama 14-30 menit. 30 menit ini merupakan operating time yaitu waktu yang dibutuhkan agar seluruh reaktan/protein bereaksi seluruhnya dengan reagen. Setelah 30 menit, maka sampel diukur absorbansinya dengan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 540-546 nm. Panjang gelombang 540 nm merupakan panjang gelombang serapan maksimum untuk warna ungu. 2.4.4 Prosedur Kerja 1) Resep larutan a) PBS (1) NaH2PO4.2H2O 2,4 gram (2) Na2HPO4 1,2 gram (3) KH2PO4 0,7 gram (4) KCl 6,8 gram Dilarutkan dalam aquadest 1000 ml, diukur pada pH 7,4 b) Sodium Sitrat Buffer Na3C6H5O7 2,94 gram Dilarutkan dalam aquadest 1000 ml, diukur pada pH 6,0 2) Deparafinasi Fungsi deparafinasi adalah untuk menghilangkan paraffin pada jaringan (suhu ruang). Sebelum dideparafinasi slide dipanaskan pada suhu 60 °C selama 60 menit kemudian ditambah larutan dibawah ini secara berurutan : a) Xilol 2 x 10 menit b) Ethanol absolute 2 x 10 menit c) Ethanol 90% 1 x 5 menit d) Ethanol 80% 1 x 5 menit e) Ethanol 70% 1 x 5 menit f) Aquades steril 3 x 5 menit 3) Antigen retrivel dengan Buffer Sitrat Tujuannya adalah agar epitop dari antigen terekspresi. Langkahnya : a) Rendam slide dalam chamber berisi buffer sitrat pH 6,0. Chamber kemudian direndam dalam waterbath suhu 95 °C selama 20 menit. b) Keluarkan slide dari waterbath, tunggu sampai suhu ruang ± 20 menit. c) Cuci slide-slide dengan PBS (3 x 5 menit) 4) Immuno Hysto Chemistry (IHC) a) Hari pertama (1) Slide siap di IHC (Blocking endogen). Chamber bagian bawah dikasih tissue yang dibasahi agar tetap lembab dan jaringannya jangan sampai terhapus tissue.  Ditambah 3% H2O2 dalam methanol inkubasi 15 menit  Dicuci PBS steril 3 x 5 menit (2) Blocking unspesifik protein agar tidak ada antigen-antigen spesifik yang tercampur.  Ditambah 0,25% triton (untuk mempermudah penetrasi ke jaringan) dalam buffer PBS + 5% FBS selama 60 menit pada suhu ruang  Dicuci PBS steril 3 x 5 menit (3) Inkubasi antibosi primer (monoclonal)  Ditambah antibodi primer yang dilarutkan dalam buffer PBS + 5% FBS  Inkubasi overnight pada suhu 4°C (±18 jam)  Esok harinya dikeluarkan dari suhu 4°C , ditunggu sampai suhu ruang, kemudian dicuci PBS steril 3 x 5 menit b) Hari kedua (1) Inkubasi antibody sekunder Dari kit diperuntukkan untuk goat, mouse dan rabbit yang sudah terlabel biotin dengan metode LSAB (Strepavidin)  avidin diganti/diubah strepavidin karena lebih stabil ikatan Ag-Ab dan enzim substrat untuk memberikan pewarnaan pada Ag-Ab  Ditambah antibody sekunder, inkubasi 60 menit pada suhu ruang  Dicuci PBS steril 3 x 5 menit  Berwarna kuning (2) Inkubasi SA-HRP (Strepavidin Horseradish Peroxidase) berupa enzim.  Ditambah SA-HRP (1-2 tetes sampai jaringan tertutupi cairan SA-HRP kemudian dimasukkan dalam chamber dan tidak boleh digoyang-goyang. Terdapat 6 slide yang berbeda perlakuannya. Gambar 2.3 Enam Slide dimasukkan dalam chamber  Dicuci PBS steril 3 x 5 menit (3) Aplikasi chromagen DAB (Diaminobenzidine)  berwarna coklat  Ditambah DAB (DAB chromagen : DAB Buffer = 1 : 50). Ingin membuat 800 µL buffer, maka 1/50 x 800 µL = 16 µL chromagen, berarti DAB chromagen : DAB buffer = 16 : 800 µL  dimasukkan dalam eppendorf = 816 µL  diteteskan pada 6 slide masing-masing sampel e-Nos 20 µL, NFKB 20 µL sampai cairan menutupi jaringan. Kemudian diinkubasi 10-20 menit diganti 15 menit pada suhu ruang  Dicuci PBS steril 3 x 5 menit  Dicuci aquadest 3 x 5 menit (4) Counterstain dengan Mayer’s Hematoxilen  berwarna ungu.  Ditambah Mayer’s : Tap water/air kran = 1 : 25. Ingin memnuat 1500 µL tap water, maka 1/25 x 1500 = 60 µL Mayer’s  dimasukkan dalam eppendorf = 1560 µL  diteteskan pada 6 slide masing-masing sampel e-Nos 50 µL, NFKB 50 µL sampai cairan menutupi jaringan. Kemudian diinkubasi 5-10 menit pada suhu ruang  Dibilas dengan tap water (5) Mounting dengan entellan (alat per 1000 pengamatan)  Dikeringkan dan dianginkan (6) Diamati dibawah mikroskop   BAB III HASIL PENELITIAN 3.1 Hasil Pemeriksaan Spektofotometri Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Spektofotometri Bovine Serum Albumin (BSA) Standart Standard Konsentrasi Standart (µg/ml) Absorbansi Std1 0.125 0.054 Std2 0.25 0.07 Std3 0.5 0.074 Std4 1 0.103 Std5 2 0.152 Grafik 3.1 Kurva Standart BSA Pada hasil spektofotometri ini didapatkan nilai R2 pada kurva 0,990, yang artinya tingkat akurasinya tinggi, karena untuk mendapatkan akurasi yang baik dibutuhkan nilai R2 mendekati 1. Karena tingkat akurasinya yang tinggi, maka standart ini bisa dipakai dalam pengukuran selanjutnya. Dari standart tersebut, diketahui R2-nya 0,990 yaitu mendekati 1, oleh karena itu kurva ini merupakan kurva yang dapat diterima untuk menghitung kadar sampel dalam pembelajaran ini. Dari perhitungan menggunakan kurva diatas, didapatkan konsentrasi salmonella thyposa pada sampel protein sapi dalam nano liter pada masing masing sampel. Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Spektofotometri Sampel Sampel Absorbansi sampel Konsentrasi Sampel (µg/ml) Konsentrasi sampel x Fp (Faktor Pengencer) Spl 1 0.046 -0.1 -4 Spl 2 0.05 -0.02 -0.8 Spl 3 0.065 0.28 11.2 Spl 4 0.054 0.06 2.4 Spl 5 0.083 0.64 25.6 Secara umum, proses pelaksanaan langkah-langkah spektofometri sudah diterapkan dengan benar dibawah bimbingan laboran dari Lab.Biomedik, dan semua peserta mengikuti dengan antusias prosesnya mulai dari awal, namun karena memang keterbatasan alat, tidak semua mahasiswa mencoba dari awal sampai akhir, dan dilakukan prosesnya secara bergantian pada tiap-tiap proses. Kembal lagi pada tujuan pembelajaran praktikum ini, maka hal tersebut kami lakukan agar proses pembelajaran berjalan sesuai, dan yang terpenting mahasiswa mengetahui mana yang benar, dan mana yang salah, serta memahami solusi pemecahan masalahnya. Untuk menghitung kadar salmonella thyposa pada sampel protein sapi digunakan cara regresi linier, namun persamaan garis yang dipakai pada standart adalah persamaan logaritma. Pertama, absorbansi sampel salmonella thyposa hasil spetrophotometri dibuat pada tabel Ms. Excel. Kemudian dibuat logaritma dari data absorbansi tersebut dan dibuat logaritma dari standart, lalu dibuatlah persamaan garis terhadap Log absorbansi dan Log konsentrasi dengan sumbu X sebagai Log konsentrasi dan sumbu Y sebagai Log absorbansi. Absorbansi dari sampel selanjutnya juga dibuat logaritmanya. Dengan persamaan garis tersebut, dapat dihitung dan diketahui logaritma konsentrasi salmonella thyposa pada sampel protein sapi. Berikutnya dibuat anti-logaritma dari Log konsentrasi salmonella thyposa yang sudah didapatkan, sehingga akan diketahui konsentrasi salmonella thyposa. Namun konsentrasi salmonella thyposa ini adalah konsentrasi dalam pengenceran 40 kali, sehingga untuk mengetahui konsentrasi salmonella thyposa sesungguhnya dalam sampel, konsentrasi yang telah kita dapat ini dikali 40. Pada pemeriksaan spektofotometri diatas, menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai konsentrasi maka semakin tinggi pula nilai absorbansinya baik pada standart maupun sampel. 3.2 Hasil Pemeriksaan ELIZA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) Gambar 3.1 Hasil Pemeriksaan ELIZA Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Standart ELIZA Standart Konsentrasi (µg/ml) Absorbansi 1 400 2.755 2 160 1.696 3 64 0.902 4 25.6 0.404 5 10.24 0.197 Grafik 3.2 Kurva Standart ELIZA Pada hasil ELISA ini didapatkan nilai R2 pada kurva 0,952, yang artinya tingkat akurasinya tinggi, karena untuk mendapatkan akurasi yang baik dibutuhkan nilai R2 mendekati 1. Karena tingkat akurasinya yang tinggi, maka standart ini bisa dipakai dalam pengukuran selanjutnya. Dari standart tersebut, diketahui R2-nya 0,952 yaitu mendekati 1, oleh karena itu kurva ini merupakan kurva yang dapat diterima untuk menghitung kadar sampel dalam pembelajaran ini. Dari perhitungan menggunakan kurva diatas, didapatkan konsentrasi IL-1β pada sampel bakteri salmonella typosa pada mouse (tikus) (dalam nano liter) pada masing masing sampel. Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Sampel ELIZA Sampel Absorbansi Konsentrasi 1 0.034 -52.83333333 2 0.039 -52 Secara umum, proses pelaksanaan langkah-langkah ELISA sudah diterapkan dengan benar dibawah bimbingan laboran dari Lab.Biomedik, dan semua peserta mengikuti dengan antusias prosesnya mulai dari awal, namun karena memang keterbatasan alat, tidak semua mahasiswa mencoba dari awal sampai akhir, dan dilakukan prosesnya secara bergantian pada tiap-tiap proses. Kembal lagi pada tujuan pembelajaran praktikum ini, maka hal tersebut kami lakukan agar proses pembelajaran berjalan sesuai, dan yang terpenting mahasiswa mengetahui mana yang benar, dan mana yang salah, serta memahami solusi pemecahan masalahnya. Untuk menghitung kadar IL-1β pada sampel bakteri salmonella typosa pada mouse (tikus) digunakan cara regresi linier, sama dengan cara yang digunakan untuk elektroforesis, namun persamaan garis yang dipakai pada standart adalah persamaan logaritma. Pertama, absorbansi IL-1β pada sampel bakteri salmonella typosa pada mouse (tikus) hasil spectrophotometri dibuat pada tabel pada Ms. Excel. Kemudian dibuat logaritma dari data absorbansi tersebut dan dibuat logaritma dari standart, lalu dibuatlah persamaan garis terhadap Log absorbansi dan Log konsentrasi dengan sumbu X sebagai Log konsentrasi dan sumbu Y sebagai Log absorbansi. Absorbansi dari sampel selanjutnya juga dibuat logaritmanya. Dengan persamaan garis tersebut, dapat dihitung dan diketahui logaritma konsentrasi IL-1β pada sampel bakteri salmonella typosa pada mouse (tikus). Pada pemeriksaan ELIZA diatas, menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai konsentrasi maka semakin tinggi pula nilai absorbansinya baik pada standart maupun sampel. 3.3 Hasil Pemeriksaan SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis), Western Blotting (Imunoperoksidase) Dan Dot Blotting (Immunoperoksidase) Gambar 3.2 Hasil SDS-PAGE Pada gambar diatas, menunjukkan bahwa protein-protein dari 8 sampel terpisahkan berdasarkan berat molekulnya kemudian dibandingkan dengan marker untuk mengetahui berat molekulnya. Dari hasil pemeriksaan berbagai band (pita) harusnya dilakukan penghitungan statistik berat molekul dari protein akan tetapi dalam penelitian ini tidak dilakukan penghitungan berat molekulnya berdasarkan pengitungan secara statistik akan tetapi melalui penghitungan kasar. Berdasarkan pada penghitungan kasar, sampel bakteri salmonella typosa pada mouse (tikus) benar terekspresi protein villi AD36 yang kemudian dilanjutkan ke pemeriksaan berikutnya yaitu berat molekul dari protein villi AD36 pada sampel bakteri salmonella typosa pada mouse (tikus) adalah diantara warna violet dan blue. Untuk warna blue (biru) berat molekulnya adalah 28 kD, sedangkan untuk warna violet, berat molekulnya adalah 37 kD. Kesimpulannya adalah dari pemeriksaan berbagai band dengan perhitungan kasar (bukan penghitungan statistik) diketahui bahwa sampel bakteri salmonella typosa pada mouse (tikus) benar terekspresi protein villi AD36 dengan berat molekul antara warna blue dan violet (28-37 kD). Gambar 3.3 Hasil Western Blotting Fungsi penelitian western blotting ini adalah untuk deteksi protein spesifik dan berat molekul dari sampel protein villi AD36 dari bakteri salmonella typosa. Pada gambar 3.3 menunjukkan terdeteksinya protein spesifik atau antigen pada sampel bakteri salmonella typosa pada mouse (tikus) yang telah ditambahkan antibodi pengikat Ag (anti mouse) dalam homogenat/ekstrak kemudian membandingkannya dengan marker diketahui hasil protein spesifik atau antigen yang terdeteksi adalah protein villi AD36 dengan berat molekul antara warna blue dan violet (28-37 kD). Gambar 3.4 Hasil Dot Blotting menggunakan Konjugat AP dan substrat Western Blue Keterangan : Gradasi warna menunjukkan adanya variasi konsentrasi antibodi yang dideteksi (konsentrasi antibodi semakin tinggi, warna semakin gelap). Fungsi Dot Blotting pada penelitian ini adalah untuk deteksi di crude protein ada tidaknya protein spesifik. Berdasarkan deteksi di crude protein dipakai antibody anti mouse 36 kD pada sampel. Pada sampel pada gambar diatas menggunakan bakteri salmonella typosa pada mouse (tikus). Terdapat 2 sumuran yang terdiri dari : 1) sumuran pertama terdapat 1 kontrol dan 6 sampel; 2) sumuran kedua terdapat 4 sampel. Dari sumuran pertama diketahui hasil gradasi warna gelap (konsentrasi tinggi ikatan Ag-Ab protein spesifik AD36) terdapat pada sampel 3,4,5,6; hasil gradasi warna terang (konsentrasi rendah ikatan Ag-Ab protein spesifik AD36) terdapat pada control dan sampel no 1,2. Sedangkan dari sumuran kedua diketahui hasil gradasi warna gelap (konsentrasi tinggi ikatan Ag-Ab protein spesifik AD36) terdapat pada sampel 2,3,4; hasil gradasi warna terang (konsentrasi rendah ikatan Ag-Ab protein spesifik AD36) terdapat pada sampel no 1. Fungsi lain dari dot blotting adalah untuk obat imunisasi adalah dengan cara yang warna gelap dicairkan lagi untuk penghitungan konsentrasinya. Akan tetapi dalam penelitian ini hanya ingin mengetahui ada tidaknya protein spesifik di crude protein dan bukan untuk membuat obat imunisasi. 3.4 Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia Gambar 3.5 e-Nos dari jaringan otak mencit yang terpapar malaria mergie Gambar 3.6 NFкB dari jaringan otak mencit yang terpapar malaria mergie Keterangan gambar : Dari Imunohistokimia pada preparat jaringan otak mencit yang diperkirakan terdapat sel malaria mergie, sel malaria mergie tersebut akan terwarnai dengan warna coklat. Dari preparat pertama (e-Nos) dan pada preparat kedua (NFкB) terdapat banyak warna coklat (DAB +) daripada yang warna ungu (DAB -), sehingga diperkirakan ada banyak malaria mergie pada jaringan otak mencit tersebut. Diskusi Pada pelatihan penelitian ini langkah-langkah Imunohistokimia sudah dilakukan dengan teratur dan semua peserta telah mengetahui dasar teori dan prosedur Imunohistokimia ini. Namun proses preparasi sampel tidak seluruhnya dilakukan oleh peserta. Preparasi sampel terdiri dari pengambilan jaringan yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya menggunakan formaldehid, embedding jaringan dengan parafin atau dibekukan pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom, deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan epitop jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik lain. Peserta pelatihan memulai pada saat preparat sampel sudah dilakukan deparafinisasi, sehingga hanya proses bloking protein tidak spesifik dari proses preparasi sampel saja yang dilakukan oleh peserta. Namun telah dilakukan penjelasan secara rinci dari laboran biomedik tentang preparasi sampel. Proses antigen retrieval diperlukan setelah dilakukan deparafinisasi karena proses tersebut akan membuat epitop dari jaringan tersebut lebih terlihat atau lebih dominan dibandingkan dengan tidak dilakukan antigen retrieval sehingga nantinya antibodi primer yang diberikan akan dapat mengenali epitopnya dengan baik. Selanjutnya dilakukan bloking protein tidak spesifik, hal ini bertujuan untuk menutupi sisi protein lain, sehingga antibodi tidak mengenali protein lain yang tidak dimaksud. Hal ini dapat mengurangi bias. Pelatihan penelitian ini menggunakan teknik Imunohistokimia secara indirect. Pada proses selanjutnya adalah sampel labeling yang terdiri dari imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan sekunder, pemberian substrat, dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di sekitarnya. Antibodi primer yang digunakan adalah antibodi yang spesifik terhadap protein sel malaria mergie. Setelah diberikan antibodi primer, preparat dicuci, sehingga antibodi primer yang tidak berikatan akan terbuang. Berikutnya diberikan antibodi sekunder yang spesifik terhadap antibodi primer, sehingga antibodi sekunder ini akan berikatan dengan antibodi primer. Antibodi sekunder ini dimodifikasi sehingga memiliki molekul indikator pada antibodi tersebut. Pada pelatihan penelitian ini, molekul indikator yang digunakan adalah SAHRP yang berikatan dengan H2O2. Setiap 1 antibodi primer dapat dikenali oleh lebih dari 1 antibodi sekunder yang memiliki SAHRP. Selanjutnya diberikan kromagen diaminobenzidine (DAB). DAB ini akan bereaksi dengan H2O2 yang terdapat pada SAHRP antibodi sekunder dan akan dihasilkan produk reaksi berwarna coklat yang dapat kita lihat. Oleh karena lebih dari 1 antibadi sekunder yang berikatan dengan antibidi primer, maka DAB yang bereaksi dengan H2O2 akan semakin banyak dan akan menghasilkan warna yang lebih jelas dibandingkan dengan metode direct yang tidak menggunakan antibodi sekunder. Proses terakhir adalah counterstaining, yaitu memberikan warna lain pada jaringan yang tidak terwarnai oleh proses Imunohistokimia. Pada pelatihan penelitian ini menggunakan mayer’s hematoxilen sebagai counterstaining yang nantinya akan memberikan warna keunguan pada jaringan lainnya. Counterstaining bertujuan untuk memberikan warna kontras terhadap hasil Imunohistikimia, sehingga jaringan berwarna coklat dapat terlihat jelas dibandingkan dengan jaringan sekitarnya. Pada hasil Imunohistokimia dari pelatihan penelitian ini, terlihat adanya sel malaria mergie yang terwarna coklat diantara jaringan lain yang berwarna keunguan.   BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 3.1.1 Hasil pemeriksaan spektofotometri didapat nilai absorbansi dari BSA standart pada konsentrasi 0,125; 0,25; 0,5; 1; 2 pada panjang gelombang 540 nm, absorbansinya berturut-turut 0,054; 0,07;0 ,074; 0,103; 0,152 sehingga melalui perhitungan berdasarkan persamaan garis dan grafik hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi didapatkan nilai R2 pada kurva 0,990, yang artinya tingkat akurasinya tinggi, karena untuk mendapatkan akurasi yang baik dibutuhkan nilai R2 mendekati 1. Karena tingkat akurasinya yang tinggi, maka standart ini bisa dipakai dalam pengukuran selanjutnya. Sedangkan nilai absorbansi dari sampel salmonella thyposa berturut-turut 0,146; 0,05; 0,065; 0,054; 0,083 diketahui konsentrasi sampel adalah -0,1; -0,02; 0,28; 0,06; 0,64 dan hasil konsentrasi sampel dalam pengenceran 40 kali adalah -4, -0,8; 11,2; 2,4; 25,6. 3.1.2 Hasil pemeriksaan ELIZA bermanfaat untuk mengukur kadar IL-1β melalui prinsip pengikatan antigen-antibodi yang diukur dengan besar absorbansinya. Pada percobaan didapat nilai absorbansi dari BSA standart pada konsentrasi 400; 160; 64; 25,6; 10,24 µg/ml pada panjang gelombang 540 nm, absorbansinya berturut-turut 2,755; 1,696; 0,902; 0,404; 0,197 sehingga melalui perhitungan berdasarkan persamaan garis dan grafik hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi didapatkan nilai R2 pada kurva 0,952, yang artinya tingkat akurasinya tinggi, karena untuk mendapatkan akurasi yang baik dibutuhkan nilai R2 mendekati 1. Karena tingkat akurasinya yang tinggi, maka standart ini bisa dipakai dalam pengukuran selanjutnya. Sedangkan nilai absorbansi IL-1β dari sampel berturut-turut 0,034; 0,039 diketahui konsentrasi sampel adalah -52,83333333; -52. 3.1.3 Hasil pemeriksaan pada SDS-PAGE dari pemeriksaan berbagai band dengan perhitungan kasar (bukan penghitungan statistik) diketahui bahwa sampel bakteri salmonella typosa pada mouse (tikus) benar terekspresi protein villi AD36 dengan berat molekul antara warna blue dan violet (28-37 kD). Hasil pemeriksaan pada western blotting diketahui bahwa terdeteksinya protein spesifik atau antigen pada sampel bakteri salmonella typosa pada mouse (tikus) yang telah ditambahkan antibodi pengikat Ag (anti mouse) dalam homogenat/ekstrak kemudian membandingkannya dengan marker diketahui hasil protein spesifik atau antigen yang terdeteksi adalah protein villi AD36 dengan berat molekul antara warna blue dan violet (28-37 kD). Hasil pemeriksaan dot blotting diketahui bahwa berdasarkan deteksi di crude protein dipakai antibody anti mouse 36 kD pada sampel. Pada sampel pada gambar diatas menggunakan bakteri salmonella typosa pada mouse (tikus). Terdapat 2 sumuran yang terdiri dari : 1) sumuran pertama terdapat 1 kontrol dan 6 sampel; 2) sumuran kedua terdapat 4 sampel. Dari sumuran pertama diketahui hasil gradasi warna gelap (konsentrasi tinggi ikatan Ag-Ab protein spesifik AD36) terdapat pada sampel 3,4,5,6; hasil gradasi warna terang (konsentrasi rendah ikatan Ag-Ab protein spesifik AD36) terdapat pada control dan sampel no 1,2. Sedangkan dari sumuran kedua diketahui hasil gradasi warna gelap (konsentrasi tinggi ikatan Ag-Ab protein spesifik AD36) terdapat pada sampel 2,3,4; hasil gradasi warna terang (konsentrasi rendah ikatan Ag-Ab protein spesifik AD36) terdapat pada sampel no 1. 3.1.4 Hasil pemeriksaan Imunohistokimia pada preparat jaringan otak mencit yang diperkirakan terdapat sel malaria mergie, sel malaria mergie tersebut akan terwarnai dengan warna coklat. Dari preparat pertama (e-Nos) dan pada preparat kedua (NFкB) terdapat banyak warna coklat (DAB +) daripada yang warna ungu (DAB -), sehingga diperkirakan ada banyak malaria mergie pada jaringan otak mencit tersebut. 4.2 Saran Diharapkan pemeriksaan spektofotometri, ELIZA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay), SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis); Western Blotting (Imunoperoksidase); Dot Blotting (Immunoperoksidase), Imunohistokimia dapat meningkatkan kompetensi profesi kebidanan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada ibu, bayi, keluarga dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesehatan bagi ibu, bayi, keluarga maupun masyarakat.   Lampiran Spektofotometri     Lampiran ELIZA   Lampiran SDS-PAGE, Western Blotting, Dot Blotting   Lampiran Imnunohistokimia    

Senin, 23 Januari 2012

Buku Ajar Konsep Kebidanan

MATERI MATA KULIAH
KONSEP KEBIDANAN










DOSEN PENGAMPU :
DEWI RATNA SULISTINA, S.ST


PRODI D III KEBIDANAN
UNIVERSITAS TULUNGAGUNG
TA 2011-2012

PARADIGMA ASUHAN KEBIDANAN


A. Pengertian Paradigma
Kebidanan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma.
Paradigma kebidanan adalah suatu cara pandang bidan dalam memberikan pelayanan. Keberhasilan pelayanan tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara pandang bidan dalam kaitan atau hubungan timbal balik antara manusia/wanita, lingkungan, perilaku, pelayanan kebidanan dan keturunan.

B. Komponen Paradigma Kebidanan
1. Manusia/Wanita
a. Manusia/wanita adalah makluk bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangannya.
b. Wanita/ibu adalah penerus generasi keluarga dan bangsa sehingga keberadaan wanita yang sehat jasmani dan rohani serta sosial sangat diperlukan.
c. Wanita/ibu adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas manusia sangat ditentukan oleh keberadaan/kondisi dari wanita/ibu dalam keluarga.
d. Para wanita di masyarakat adalah penggerak dan pelopor dari peningkatan kesejahteraan keluarga.
2. Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya. Lingkungan tersebut meliputi lingkungan fisik, psiko sosial, biologis dan budaya. Lingkungan psiko sosial meliputi keluarga, kelompok, komuniti dan masyarakat.
Masyarakat merupakan kelompok yang paling penting dan kompleks yang telah dibentuk manusia sebagai lingkungan sosial. Masyarakat adalah lingkungan pergaulan hidup manusia yang terdiri dari individu, keluarga, kelompok dan komuniti yang mempunyai tujuan dan sistem nilai, ibu/wanita merupakan bagian dari anggota keluarga dan unit dari komuniti.
Keluarga mencakup sekelompok individu yang berhubungan erat secara terus menerus terjadi interaksi satu sama lain baik secara perorangan maupun bersama-sama. Keluarga dalam fungsinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana berada. Keluarga dapat menunjang kebutuhan segari-hari dan memberikan dukungan emosional kepada ibu yang sedang hamil, melahirkan dan nifas. Keadaan sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan lokasi tempat tinggal keluarga sangat menentukan derajat kesehatan ibu hamil, melahirkan dan nifas.
3. Perilaku
Perilaku merupakan hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan sikap dan tindakan. Perilaku manusia bersifat holistik (menyeluruh).
Perilaku ibu selama kehamilan akan mempengaruhi kehamilan, perilaku ibu dalam mencari penolong persalinan akan mempengaruhi kesejahteraan ibu dan janin yang dilahirkan. Demikian pula perilaku ibu pada masa nifas akan mempengaruhi kesehatan ibu dan bayinya.
4. Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangan yang diberikannya dengan maksud meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka tercapainya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan.
Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :
a. Layanan kebidanan primer adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
b. Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
c. Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan rujukan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horisontal maupun vertikal atau ke profesi kesehatan lainnya. Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
5. Keturunan
Kualitas manusia diantaranya ditentukan oleh keturunan. Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat. Hal ini menyangkut penyiapan wanita sebelum perkawinan, masa kehamilan, masa kelahiran dan nifas.
Walaupun kehamilan, kelahiran dan nifas adalah proses fisiologis namun bila tidak ditangani secara akurat dan benar, keadaan fisiologis akan menjadi patologis. Hal ini berpengaruh pada bayi yang akan dilahirkannya. Oleh karena itu layanan pra perkawinan, kehamilan, kelahiran dan nifas adalah sangat penting dan mempunyai keterkaitan satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan.

C. Macam-Macam Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.
Macam-macam asuhan kebidanan diantaranya :
1. Asuhan kebidanan pada anak remaja dan wanita pra nikah
2. Asuhan kebidanan pada wanita selama kehamilan normal
3. Asuhan kebidanan pada wanita dalam masa persalinan
4. Asuhan pada bayi baru lahir
5. Asuhan kebidanan pada wanita dalam masa nifas
6. Asuhan wanita usia subur yang membutuhkan KB
7. Asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi
8. Asuhan kebidanan pada wanita dalam masa klimakterium dan menopause
9. Asuhan kebidanan pada bayi dan balita
Macam-macam asuhan kebidanan yang memerlukan kolaborasi dan rujukan diantaranya :
1. Asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi
2. Asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi
3. Asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi
4. Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi
5. Asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi
Untuk bisa melaksanakan asuhan kebidanan diatas, diperlukan bidan yang memiliki kompetensi-kompetensi sesuai yang terlampir dibawah yaitu :
1. Pengetahuan umum, keterampilan dan perilaku yang berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan kesehatan profesional
Kompetensi ke 1 : Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
a. Pengetahuan dan keterampilan dasar
1) Kebudayaan dasar masyarakat di Indonesia
2) Keuntungan dan kerugian praktek kesehatan tradisional dan modern
3) Sarana tanda bahaya serta transportasi kegawatdaruratan bagi anggota masyarakat yang sakit yang membutuhkan asuhan tambahan
4) Penyebab langsung maupun tidak langsung kematian dan kesakitan ibu dan bayi di masyarakat
5) Advokasi dan strategi pemberdayaan wanita dalam mempromosikan hak-haknya yang diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimal (kesetaraan dalam memperoleh pelayanan kebidanan)
6) Keuntungan dan resiko dari tatanan tempat bersalin yang tersedia
7) Advokasi bagi wanita agar bersalin dengan aman
8) Masyarakat keadaan kesehatan lingkungan, termasuk penyediaan air, perumahan, resiko lingkungan, makanan dan ancaman umum bagi kesehatan
9) Standar profesi dan praktek kebidanan
b. Pengetahuan dan keterampilan tambahan
1) Epidemiologi, sanitasi, diagnosa masyarakat dan vital statistik
2) Infra struktur kesehatan setempat dan nasional serta bagaimana mengakses sumber daya yang dibutuhkan untuk asuhan kebidanan
3) Primary Health Care (PHC) berbasis di masyarakat dengan menggunakan promosi kesehatan serta strategi pencegahan penyakit
4) Program imunisasi nasional dan akses untuk pelayanan imunisasi
c. Perilaku profesional bidan
1) Berpegang teguh pada filosofi, etika profesi dan aspek legal
2) Bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan keputusan klinis yang dibuatnya
3) Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan mutakhir
4) Menggunakan cara pencegahan universal untuk penyakit penularan dan strategi pengendalian infeksi
5) Melakukan konsultasi dan rujukan yang tepat dalam memberikan asuhan kebidanan
6) Menghargai budaya setempat sehubungan dengan praktek kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak
7) Menggunakan model kemitraan dalam bekerjasama dengan kaum wanita/ibu agar mereka dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta persetujuan secara tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri
8) Menggunakan keterampilan mendengar dan memfasilitasi
9) Bekerja sama dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada ibu dalam tatanan pelayanan

2. Asuhan pra konsepsi, KB dan ginekologi
Kompetensi ke 2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh di masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.
a. Pengetahuan dasar
1) Pertumbuhan dan perkembangan seksualitas dan aktivitas seksual
2) Anatomi dan fisiologi pria dan wanita yang berhubungan dengan konsepsi dan reproduksi
3) Norma dan praktek budaya dalam kehidupan seksualitas dan kemampuan bereproduksi
4) Komponen riwayat kesehatan, riwayat keluarga, dan riwayat genetik yang relevan
5) Pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengevaluasi potensi kehamilan yang sehat
6) Berbagai metode alamiah untuk menjarangkan kehamilan dan metode lain yang bersifat tradisional yang lazim digunakan
7) Jenis, indikasi, cara pemberian, cara pencabutan dan efek samping berbagai kontrasepsi yang digunakan antara lain pil, suntikan, AKDR, alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK), kondom, tablet vagina dan tisu vagina
8) Metode konseling bagi wanita dalam memilih suatu metode kontrasepsi
9) Penyuluhan kesehatan mengenai PMS, HIV/AIDS dan kelangsungan hidup anak
10) Tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan penyakit menular seksual yang lazim terjadi
b. Pengetahuan tambahan
1) Faktor-faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan
2) Indikator penyakit akut dan kronis yang dipengaruhi oleh kondisi geografis dan proses rujukan untuk pemeriksaan/pengobatan lebih lanjut
3) Indikator dan metode konseling/rujukan terhadap gangguan hubungan inter personal, termasuk kekerasan dan pelecehan dalam keluarga (seks, fisik dan emosi)
c. Keterampilan dasar
1) Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang lengkap
2) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus sesuai dengan kondisi wanita
3) Menetapkan dan atau melaksanakan dan menyimpulkan hasil pemeriksaan laboratorium seperti hematokrit dan analisa urine
4) Melaksanakan pendidikan kesehatan dan keterampilan konseling dasar dengan tepat
5) Memberikan pelayanan KB yang tersedia sesuai dengan kewenangan dan budaya masyarakat
6) Melakukan pemeriksaan berskala akseptor KB dan melakukan intervensi sesuai kebutuhan
7) Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang ditemukan
8) Melakukan pemasangan AKDR
9) Melakukan pencabutan AKDR dengan letak normal
d. Keterampilan tambahan
1) Melakukan pemasangan AKBK
2) Melakukan pencabutan AKBK dengan letak normal
3. Asuhan konseling selama kehamilan
Kompetensi ke 3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi : deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari :
a. Pengetahuan dasar
1) Anatomi dan fisiologi tubuh manusia
2) Siklus menstruasi dan proses konsepsi
3) Tumbuh kembang janin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
4) Tanda-tanda dan gejala kehamilan
5) Mendiagnosa kehamilan
6) Perkembangan normal kehamilan
7) Komponen riwayat kesehatan
8) Komponen pemeriksaan fisik yang terfokus selama antenatal
9) Menentukan umur kehamilan dari riwayat menstruasi, pembesaran dan atau tinggi fundus uteri
10) Mengenal tanda dan gejala anemia ringan dan berat, hyperemesis gravidarum, kehamilan ektopik terganggu, abortus imminen, molla hydatidosa dan komplikasinya dan kehamilan ganda, kelalaian letak serta pre eklamsi
11) Nilai normal dari pemeriksaan laboratorium seperti Haemoglobin dalam darah test gula, protein, aceton dan bakteri dalam urine
12) Perkembangan normal dari kehamilan : perubahan bentuk fisik, ketidaknyamanan yang lazim, pertumbuhan fundus uteri yang diharapkan
13) Perubahan psikologis yang normal dalam kehamilan dan dampak kehamilan terhadap keluarga
14) Penyuluhan dalam kehamilan : perubahan fisik, perawatan buah dada ketidaknyamanan, kebersihan, seksualitas, nutrisi, pekerjaan dan aktivitas (senam hamil)
15) Kebutuhan nutrisi bagi wanita hamil dan janin
16) Penatalaksanaan imunisasi pada wanita hamil
17) Pertumbuhan dan perkembangan janin
18) Persiapan persalinan, kelahiran dan menjadi orang tua
19) Persiapan keadaan dan rumah/keluarga untuk menyambut kelahiran bayi
20) Tanda-tanda dimulainya persalinan
21) Promosi dan dukungan pada ibu menyusui
22) Teknik relaksasi dan strategi meringankan nyeri pada persiapan persalinan dan kelahiran
23) Mendokumentasikan temuan dan asuhan yang diberikan
24) Mengurangi ketidaknyamanan selama masa kehamilan
25) Penggunaan obat-obat tradisional ramuan yang aman untuk mengurangi ketidaknyamanan selama kehamilan
26) Akibat yang ditimbulkan dari merokok, penggunaan alkohol dan obat terlarang bagi wanita hamil dan janin
27) Akibat yang ditimbulkan/ditularkan oleh binatang tertentu terhadap kehamilan, misalnya toxoplasmosis
28) Tanda dan gejala dari komplikasi kehamilan yang mengancam jiwa, seperti pre eklamsia, perdarahan pervaginam, kelahiran prematur, anemia berat
29) Kesejahteraan janin termasuk DJJ dan pola aktivitas janin
30) Resusitasi kardiopulmonary
b. Pengetahuan tambahan
1) Tanda, gejala dan indikasi rujukan pada komplikasi tertentu dalam kehamilan seperti asma, infeksi HIV, penyakit menular seksual (PMS), diabetes, kelainan jantung, postmatur/serotinus
2) Akibat dari penyakit akut da kronis yang disebut diatas bagi kehamilan dan janinnya
c. Keterampilan dasar
1) Mengumpulkan data riwayat kesehatan dan kehamilan serta menganalisanya pada setiap kunjungan/pemeriksaan ibu hamil
2) Melaksanakan pemeriksaan fisik umum secara sistematis dan lengkap
3) Melakukan pemeriksaan abdomen secara lengkap termasuk pengukuran tinggi fundus uteri/posisi/presentasi dan penurunan janin
4) Melakukan penilaian pelvic, termasuk ukuran dan struktur tulang panggul
5) Menilai keadaan janin selama kehamilan termasuk detak jantung janin dengan menggunakan fetoscope (Pinard) dan gerakan janin dengan palpasi uterus
6) Menghitung usia kehamilan dan menentukan perkiraan persalinan
7) Mengkaji status nutrisi ibu hamil dan hubungannya dengan pertumbuhan janin
8) Mengkaji kenaikan berat badan ibu dan hubungannya dengan komplikasi kehamilan
9) Memberikan penyuluhan pada klien/keluarga mengenai tanda-tanda berbahaya dan serta bagaimana menghubungi bidan
10) Melakukan penatalaksanaan kehamilan dengan anemia ringan, hyperemesis gravidarum tingkat I, abortus imminen dan pre eklamsia ringan
11) Menjelaskan dan mendemonstrasikan cara mengurangi ketidaknyamanan yang lazim terjadi dalam kehamilan
12) Memberikan imunisasi pada ibu hamil
13) Mengidentifikasi penyimpangan kehamilan normal dan melakukan penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang tepat dari:
a) Kekurangan gizi
b) Pertumbuhan janin yang tidak adekuat : SGA dan LGA
c) Pre eklamsia berat dan hipertensi
d) Perdarahan pervaginam
e) Kehamilan ganda pada janin kehamilan aterm
f) Kelainan letak pada janin kehamilan aterm
g) Kematian janin
h) Adanya edema yang signifikan, sakit kepala yang hebat, gangguan pandangan, nyeri epigastrium yang disebabkan tekanan darah tinggi
i) Ketuban pecah sebelum waktu
j) Persangkaan polyhydramnion
k) Diabetes melitius
l) Kelainan kongenital pada janin
m) Hasil laboratorium yang tidak normal
n) Persangkaan polyhidramnion, kelainan janin
o) Infeksi pada ibu hamil seperti : PMS, vaginitis, infeksi saluran perkemihan dan saluran nafas
14) Memberikan bimbingan dan persiapan untuk persalinan, kelahiran dan menjadi orang tua
15) Memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai perilaku kesehatan selama hamil, seperti nutrisi, latihan (senam), keamanan dan berhenti merokok
16) Penggunaan secara aman jamu/obat-obatan tradisional yang tersedia
d. Keterampilan tambahan
1) Menggunakan Doppler untuk memantau DJJ
2) Memberikan pengobatan dan atau kolaborasi terhadap penyimpangan dari keadaan normal dengan menggunakan standar lokal dan sumber daya yang tersedia
3) Melaksanakan kemampuan LSS dalam manajemen pasca abortion
4. Asuhan selama persalinan dan kelahiran
Kompetensi ke 4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat, selama persalinan (memimpin persalinan yang bersih dan aman), menangani situasi yang kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
a. Pengetahuan dasar
1) Fisiologi persalinan,
2) Anatomi tengkorak janin, diameter yang penting dan petunjuk,
3) Aspek psikologis dan cultural pada persalinan dan kelahiran,
4) Indikator tanda-tanda mulai persalinan,
5) Kemajuan persalinan normal dan penggunaan partograf atau alat serupa,
6) Penilaian kesejahteraan janin pada masa persalinan,
7) Penilaian kesejahteraan ibu dalam masa persalinan,
8) Proses penurunan janin melalui pelvic selama persalinan dan kelahiran,
9) Pengelolaan dan penatalaksanaan persalinan dengan kehamilan normal dan ganda,
10) Pemberian kenyamanan dalam persalinan, seperti : kehadiran keluarga pendamping, pengaturan posisi, hidrasi, dukungan moril, pengurangan nyeri tanpa obat,
11) Transisi bayi baru lahir terhadap kehidupan diluar uterus,
12) Pemenuhan kebutuhan fisik bayi baru lahir meliputi pernapasan, kehangatan dan memberikan ASI/PASI, eksklusif 6 bulan,
13) Pentingnya pemenuhan kebutuhan emosional bayi baru lahir, jika memungkinkan antara lain kontak kulit langsung, kontak mata antara bayi dan ibunya bila memungkinkan,
14) Mendukung dan meningkatkan pemberian ASI eksklusif,
15) Manajemen fisiologi kala III,
16) Memberikan suntikan intra muskuler meliputi : uterotonika, antibiotika dan sedative,
17) Indikasi tindakan kedaruratan kebidanan seperti : distosia bahu, asfiksia neonatal, retensio plasenta, perdarahan karena atonia uteri dan mengatasi renjatan,
18) Indikasi tindakan operatif pada persalinan misalnya gawat janin, CPADA,
19) Indikator komplikasi persalinan : perdarahan, partus macet, kelainan presentasi, eklamsia kelelahan ibu, gawat janin, infeksi, ketuban pecah dini tanpa infeksi, distosia karena inersia uteri primer, post aterm dan preterm serta tali pusat menumbung,
20) Prinsip manajemen kala III secara fisiologis,
21) Prinsip manajemen aktif kala III.
b. Pengetahuan tambahan
1) Penatalaksanaan persalinan dengan malpresentasi,
2) Pemberian suntikan anestesi local,
3) Akselerasi dan induksi persalinan.
c. Keterampilan dasar
1) Mengumpulkan data yang terfokus pada riwayat kebidanan dan tanda tanda vital ibu pada persalinan sekarang,
2) Melaksanakan pemeriksaan fisik yang terfokus,
3) Melaksanakan pemeriksaan abdomen secara lengkap untuk posisi dan penurunan janin,
4) Mencatat waktu dan mengkaji kontraksi uterus (lama, kekuatan, dan frekuensi),
5) Melakukan pemeriksaan panggul (pemeriksaan dalam) secara lengkap dan akurat meliputi pembukaan, penurunan, bagian terendah, presentasi, posisi keadaan ketuban dan proporsi panggul dengan bayi,
6) Melakukan pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograph,
7) Memberikan dukungan psikologis pada wanita dan keluarganya,
8) Memberikan cairan, nutrisi dan kenyamanan yang kuat selama persalinan,
9) Mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan abnormal dan kegawatdaruratan dengan intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat waktu,
10) Melakukan amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm sesuai dengan indikasi,
11) Menolong kelahiran bayi dengan lilitan tali pusat,
12) Melakukan episiotomi dengan penjahitan, jika diperlukan,
13) Melaksanakan manajemen fisiologi kala III,
14) Melaksanakan manajemen aktif kala III,
15) Memberikan suntikan intra intra muskuler meliputi uterotonika, antibiotika, dan sedative,
16) Memasang infus, mengambil darah untuk pemeriksaan haemoglobin (HB) dan hematokrit (HT),
17) Menahan uterus untuk mencegah terjadinya inversion uteri dalam kala III,
18) Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaputnya,
19) Memperkirakan jumlah darah yang keluar pada persalinan dengan benar,
20) Memeriksa robekan, serviks dan perineum,
21) Menjahit robekan vagina dan perineum tingkat II,
22) Memberikan pertolongan persalinan abnormal : letak sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini tanpa infeksi, post term dan pre term,
23) Melakukan pengeluaran, plasenta secara manual,
24) Mengelola perdarahan post partum,
25) Memindahkan ibu untuk tindakan tambahan/kegawatdaruratan dengan tepat waktu sesuai indikasi,
26) Memberikan lingkungan yang aman dengan meningkatkan hubungan/ikatan tali kasih ibu dan bayi baru baru lahir dengan inisiasi dini,
27) Memfasilitasi ibu untuk menyusui sesegera mungkin dan mendukung ASI eksklusif,
28) Mendokumentasikan temuan-temuan yang penting dan intervensi yang dilakukan.
d. Keterampilan tambahan
1) Menolong kelahiran presentasi muka denga penempatan dan gerakan tangan yang tepat,
2) Memberikan suntikan anestesi lokal jika diperlukan,
3) Melakukan ekstraksi forcep rendah dan vacum jika diperlukan sesuai kewenangan,
4) Mengidentifikasi dan mengelola malpresentasi, distosia bahu, gawat janin dan kematian janin dalam kandungan (IUFD) dengan tepat,
5) Mengidentifikasi dan mengelola tali pusat menumbung,
6) Mengidentifikasi dan menjahit robekan serviks,
7) Membuat resep dan atau memberikan obat-obatan untuk mengurangi nyeri jika diperlukan sesuai kewenangan,
8) Memberikan oksitosin dengan tepat untuk induksi dan akselerasi persalinan dan penanganan perdarahan post partum.


5. Asuhan pada ibu nifas dan menyusui
Kompetensi ke 5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
a. Pengetahuan dasar
1) Fisiologis nifas
2) Proses involusi dan penyembuhan sesudah persalinan/abortus
3) Proses laktasi/menyusui dan teknik menyusui yang benar serta penyimpangan yang lazim terjadi termasuk pembengkakan payudara, abses, mastitis, puting susu lecet, puting susu masuk
4) Nutrisi ibu nifas, kebutuhan istirahat, aktifitas dan kebutuhan fisiologis lainnya seperti pengosongan kandung kemih
5) Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir
6) Adaptasi psikologis ibu sesudah bersalin dan abortus
7) Bonding dan attachment orang tua dan bayi baru lahir untuk menciptakan hubungan positif
8) Indikator subinvolusi misalnya perdarahan yang terus menerus, infeksi
9) Indikator masalah-masalah laktasi
10) Tanda dan gejala yang mengancam kehidupan misalnya perdarahan pervaginam menetap, sisa plasenta, renjatan (shok) dan pre eklamsia post partum
11) Indikator pada komplikasi tertentu dalam periode post partum seperti anemia kronis, hematoma vulva, retensi urine dan incontinentia alvi
12) Kebutuhan asuhan dan konseling selama dan sesudah abortus
13) Tanda dan gejala komplikasi abortus
b. Keterampilan dasar
1) Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang terfokus termasuk keterangan rinci tentang kehamilan, persalinan dan kelahiran
2) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada ibu
3) Pengkajian involusi uterus serta penyembuhan perlukaan/luka jahitan
4) Merumuskan diagnosa masa nifas
5) Menyusun perencanaan
6) Memulai dan mendukung pemberian ASI eksklusif
7) Melaksanakan pendidikan kesehatan pada ibu meliputi perawatan diri sendiri, istirahat, nutrisi dan asuhan bayi baru lahir
8) Mengidentifikasi hematoma vulva dan melaksanakan rujukan bilamana perlu
9) Mengidentifikasi infeksi pada ibu, mengobati sesuai kewenangan atau merujuk untuk tindakan yang sesuai
10) Penatalaksanaan ibu post partum abnormal : sisa plasenta, renjatan dan infeksi ringan
11) Melakukan konseling pada ibu tentang seksualitas dan KB pasca persalinan
12) Melakukan konseling dan memberi dukungan untuk wanita pasca aborsi
13) Melakukan kolaborasi atau rujukan pada komplikasi tertentu
14) Memberikan antibiotika yang sesuai
15) Mencatat dan mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan
c. Keterampilan tambahan
Melakukan insisi pada hematoma vulva
6. Asuhan pada bayi baru lahir
Kompetensi ke 6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
a. Pengetahuan dasar
1) Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus
2) Kebutuhan dasar bayi baru lahir : kebersihan jalan nafas, perawatan tali pusat, kehamgatan, nutrisi bonding attachment
3) Indikator pengkajian bayi baru lahir misalnya nilai APGAR
4) Penampilan dan perilaku bayi baru lahir
5) Tumbuh kembang yang mormal pada bayi baru lahir sampai usia 1 bulan
6) Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal spt caput, molding, mongolian spot, hemangioma
7) Komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal spt : hypoglikemi, hypotermi, dehidrasi, diare dan infeksi, ikterus
8) Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada BBL sampai 1 bulan
9) Keuntungan dan resiko imunisasi pada bayi
10) Pertumbuhan dan perkembangan bayi premature
11) Komplikasi tertentu pada BBL seperti : trauma intra cranial, fraktur clavikula, kematian mendadak dan hematoma
b. Pengetahuan tambahan
Sunat dan tindik pada bayi perempuan
c. Keterampilan dasar
1) Membersihkan jalan nafas dan memelihara kelancaran pernafasan
2) Menjaga kehangatan dan menghindari panas yang berlebihan
3) Menilai segera BBL seperti APGAR
4) Membersihkan badan bayi dan memberikan memberikan identitas
5) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada BBL dan secaraeening untuk menemukan adanya tanda kelainan-kelainan pada BBL yang tidak memungkinkan untuk hidup
6) Mengatur posisi bayi pada waktu menyusu
7) Memberikan imunisasi pada bayi
8) Mengajarkan pada orang tua tentang tanda-tanda bahaya dan kapan harus membawa bayi untuk minta pertolongan medik
9) Melakukan tindakan pertolongan kegawatdaruratan pada BBL seperti : kesulitan bernafas/asfiksia, hypotermi, hypoglikemi
10) Memindahkan secara aman BBL ke fasilitas kegawatdaruratan apabila dimungkinkan
11) Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan
d. Keterampilan tambahan
1) Melakukan penilaian masa gestasi
2) Mengajarkan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan bayi yang normal dan asuhannya
3) Membantu orang tua dan keluarga untuk memperoleh sumber daya yang tersedia di masyarakat
4) Memberi dukungan pada orang tua selama masaberduka cita yang sebagai akibat bayi dengan cacat bawaan, keguguran dan kematian bayi
5) Memberi dukungan pada orang tua selama bayinya dalam perjalanan rujukan diakibatkan ke fasilitas perawatan kegawatdaruratan
6) Memberikan dukungan pada orang tua dengan kelahiran ganda
7) Melakukan sunat dan tindik pada bayi perempuan
7. Asuhan pada bayi dan balita
Kompetensi ke 7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan-5 tahun).
a. Pengetahuan dasar
1) Keadaan kesehatan bayi dan balita di Indonesia meliputi: angka kesakitan, angka kematian, penyebab kesakitan dan kematian
2) Peran dan tanggung jawab orang tua dalam pemeliharaan bayi dan anak
3) Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak normal serta factor-faktor yang mempengaruhinya
4) Kebutuhan fisik dan psikososial anak
5) Prinsip dan standar nutrisi pada bayi dan anak
6) Prinsip-prinsip komunikasi pada bayi dan anak
7) Prinsip keselamatan untuk bayi dan anak
8) Upaya pencegahan penyakit pada bayi dan anak misalnya pemberian imunisasi
9) Masalah-masalah yang lazim terjadi pada bayi normal spt gumoh/regurgitasi, diaperash dll serta penatalaksanaannya
10) Penyakit-penyakit yang sering terjadi pada bayi dan anak
11) Penyimpangan tumbuh kembang bayi dan anak serta penatalaksanaannya
12) Bahaya-bahaya yang sering terjadi pada bayi dan anak di dalam dan di luar rumah serta upaya pencegahannya
13) Kegawatdaruratan pada bayi dan anak serta penatalaksaannya
b. Keterampilan dasar
1) Melaksanakan pemantauan dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak
2) Melaksanakan penyuluhan pada orang tua tentang pencegahan bahaya-bahaya pada bayi dan anak sesuai dengan usia
3) Melaksanakan pemberian imunisasi pada bayi dan anak
4) Mengumpulkan data tentang riwayat kesh pada bayi dan anak yang terfokus pada gejala
5) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus
6) Mengidentifikasi penyakit berdasarkan data dan pemeriksaan fisik
7) Melakukan pengobatan sesuai kewenangan, kolaborasi/ merujuk dengan cepat dan tepat sesuai dengan keadaan bayi dan anak
8) Menjelaskan pada orang tua tentang tindakan yang dilakukan
9) Melakukan pemeriksaan secara berkala pada bayi sesuai standar yang berlaku
10) Melaksanakan penyuluhan pada orang tua tentang pemeliharaan bayi dan anak
11) Melaksanakan penilaian status nutrisi pada bayi dan anak
12) Melaksanakan tindakan, kolaborasi/merujuk secara cepat sesuai keadaan bayi dan anak yang mengalami cidera dan kecelakaan
13) Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan
8. Asuhan pada kebidanan komunitas
Kompetensi ke 8 : Bidan merupakan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
a. Pengetahuan dasar
1) Konsep dan sasaran kebidanan komunitas
2) Masalah kebidanan komunitas
3) Pendekatan asuhan kebidanan pada keluarga, kelompok, dan masyarakat
4) Strategi pelayanan kebidanan komunitas
5) Ruang lingkup pelayanan kebidanan komunitas
6) Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dan masyarakat
7) Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak
8) Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak
b. Pengetahuan tambahan
1) Kepemimpinan untuk semua
2) Pemasaran sosial
3) Peran Serta Masyarakat (PSM)
4) Audit Maternal Perinatal
5) Perilaku kesehatan masyarakat
6) Program-program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak (Safe Motherhood dan Gerakan Sayang Ibu)
7) Paradigma sehat 2015
c. Keterampilan dasar
1) Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas, laktasi, bayi balita dan KB di masyarakat
2) Mengidentifikasi ststus kesehatan ibu dan anak
3) Melakukan pertolongan persalinan di rumah dan polindes
4) Mengelola pondok bersalin desa (POLINDES)
5) Melaksanakan kunjungan rumah pada ibu hamil, nifas, laktasi, bayi dan balita
6) Melakukan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk mendukung upaya-upaya kesehatan ibu dan anak
7) Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan
8) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
d. Keterampilan tambahan
1) Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA
2) Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi
3) Mengelola dan memberikan obat- obatan sesuai dengan kewenangannya
4) Menggunakan teknologi kebidanan tepat guna
9. Asuhan pada ibu/wanita dengan gangguan reproduksi
Kompetensi ke 9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
a. Pengetahuan dasar
1) Penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual (PMS), HIV/AIDS
2) Tanda dan gejala infeksi saluran kemih serta penyakit menular seksual
3) Tanda, gejala dan penatalaksanaan pada kelainan ginekologi meliputi : keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid
b. Pengetahuan tambahan
1) Mikroskop dan penggunaannya
2) Teknik pengambilan dan pengiriman sediaan PAP SMEAR
c. Keterampilan dasar
1) Mengidentifikasi gangguan masalah dan kelainan-kelainan sistem reproduksi
2) Melaksanakan pertolongan pertama pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi
3) Melaksanakan kolaborasi dan atau rujukan secara cepat dan tepat pada wanita/ ibu dengan gangguan sistem reproduksi
4) Memberikan pelayanan dan pengobatan sesuai dengan kewenangan pada kelainan ginekologi meliputi : keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid
5) Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan
d. Keterampilan tambahan
1) Mempersiapkan wanita menjelang klimakterium
2) Memberikan pengobatanpada perdarahan abnormal dan abortus spontan (bila belum sempurna)
3) Melaksanakan kolaborasi dan atau rujukan secara tepat pada wanita/ ibu dengan gangguan sistem reproduksi
4) Memberikan pelayanan dan pengobatan sesuai dengan kewenangan pada gangguan sistem reproduksi meliputi: keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid
5) Menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan hapusan vagina
6) Mengambil dan proses pengiriman sediaan PAP SMEAR



D. Model Asuhan Kebidanan

E. Manfaat Paradigma Dikaitkan Dengan Asuhan Kebidanan
Fokus utama asuhan persalinan normal telah mengalami pergeseran paradigma. Dahulu fokus utamanya adalah menunggu dan menangani komplikasi namun sekarang fokus utamanya adalah mencegah terjadinya komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir sehingga akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir.
Contoh Pergeseran Paradigma Asuhan Persalinan Normal, Yaitu :
1. Upaya preventif terhadap perdarahan pasca persalinan berupa:
a. Manipulasi seminimal mungkin
b. Penatalaksanaan aktif kala III
c. Mengamati dan melihat kontraksi uterus pasca persalinan
2. Menjadikan laserasi/episiotomi sebagai tindakan tidak rutin
Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak merupakan tindakan rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi tanpa laserasi atau hanya terjadi robekan minimal pada perinium
3. Mencegah partus lama
Upaya mencegah partus lama berupa :
a. Menggunakan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janinnya serta kemajuan proses persalinan.
b. Mengharapkan dukungan suami dan kerabat ibu
4. Mencegah asfiksia bayi baru lahir
Upaya mencegah asfiksia bayi baru lahir secara berurutan,yaitu :
a. Membersihkan mulut dan jalan napas sesaat setelah ekspulsi kepala.
b. Menghisap lendir secara benar.
c. Segera mengeringkan dan menghangatkan tubuh bayi
Perubahan paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi menjadi pencegahan terjadinya komplikasi diakui dapat membawa perbaikan kesehatan kaum ibu di Indonesia.
Penyesuaian ini sangat penting dalam upaya menurunkan anka kematian ibu dan bayi baru lahir, krn sebagian besar persalinan di indonesia masih terjadi di tingkat pelayanan kesehatan primer di mana tingkat keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan di fasilitas pelayanan tersebut masih belum memadai.
Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. Jika semua tenaga penolong persalinan dilatih agar mampu untuk mencegah/deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi, menerapkan asuhan persalinan secara tepat guna dan tepat waktu, baik sebelum/saat masalah terjadi, dan segera melakukan rujukan saat kondisi ibu masih optimal, maka para ibu dan BBL akan terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian. 
KEBIDANAN SEBAGAI PROFESI


A. Profesi Bidan
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya. Pelayanan kebidanan berada dimana-mana dan kapan saja selama ada proses reproduksi manusia.
Ada beberapa pengertian tentang bidan. Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bidan adalah profesi yang khusus, dinyatakan suatu pengertian bahwa bidan adalah orang pertama yang melakukan penyelamat kelahiran sehingga ibu dan bayinya lahir dengan selamat. Tugas yang diemban oleh bidan, berguna untuk kesejahteraan manusia. Dengan demikian pengertian masyarakat, ada kelahiran pasti ada bidan.
Bidan juga dinamakan midwife atau pendamping isteri. Kata bidan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Wirdhan yang artinya wanita bijaksana, namun ada pula yang mengatakan kebidanan diakui dan mendapatkan lisensi untuk melaksanakan praktek bidan.
Pelayanan kebidanan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang diberikan kepada ibu dalam kurun waktu masa reproduksi dan bayi baru lahir.
Bidan sebagai profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat
2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan yang ditujukan untuk maksud profesi yang bersangkutan
3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah
4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai dengan kode etik yang berlaku
5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya
6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan
7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya

B. Profesionalisme
1. Arti dan ciri jabatan profesional
Seseorang pekerja profesional dalam bahasa keseharian adalah seorang pekerja yang terampil atau cakap dalam kerjanya, biarpun keterampilan atau kecakapan tersebut produk dari fungsi minat dan belajar dari kebiasaan.
Seorang pekerja profesional dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut wawasan filosofis, pertimbangan rasional dan memiliki sikap yang positif dalam melaksanakan serta memperkembangkan mutu karyanya (T. Raka Joni, 1980).
CV Good menjelaskan bahwa jenis pekerjaan profesional memiliki ciri-ciri tertentu yaitu : memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi pelakunya (membutuhkan pendidikan pra jabatan yang relevan), kecakapan seorang pekerja profesional dituntut memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang berwenang (organisasi profesional, konsorsium dan pemerintah) dan jabatan tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat dan atau negara.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bidan tergolong jabatan profesional karena memenuhi ketiga macam persyaratan diatas. Secara lebih rinci jabatan profesional adalah sebagai berikut :
a. Bagi pelakunya secara nyata (de facto) dituntut berkecakapan kerja (keahlian) sesuai dengan tugas-tugas khusus serta tuntutan dari jenis jabatannya (cenderung ke spesialisasi)
b. Kecakapan atau keahlian seseorang pekerja profesional bukan sekadar hasil pembiasaan atau latihan rutin yang terkondisi, tetapi perlu didasari oleh wawasan keilmuan yang mantap. Jabatan profesional menuntut pendidikan jua. Jabatan yang terprogram secara relevan serta berbobot terselenggara secara efektif, efisien dan tolok ukur evaluatifnya
c. Pekerja profesional dituntut berwawasan sosial yang luas, sehingga pilihan jabatan serta kerjanya didasari oleh kerangka nilai tertentu, bersikap positif terhadap jabatan dan perannya dan bermotivasi serta berusaha untuk berkarya sebaik-baiknya. Hal ini mendorong pekerja profesional yang bersangkutan untuk selalu meningkatkan (menyempurnakan) diri serta karnyanya. Orang tersebut secara nyata mencintai profesinya dan memiliki etos kerja yang tinggi
d. Jabatan profesional perlu mendapat pengesahan dari masyarakat dan atau negaranya. Jabatan profesional memiliki syarat-syarat serta kode etik yang harus dipenuhi oleh pelakunya, hal ini menjamin kepantasan berkarya dan sekaligus merupakan tanggung jawab sosial profesional tersebut
Jabatan profesional bidan dapat ditinjau dari 2 aspek yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dan diatur berjenjang dalam suatu organisasi, sedangkan jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau serta dihargai dari aspek fungsinya yang vital dalam kehidupan masyarakat dan negara. Selain fungsi dan perannya yang vital dalam kehidupan masyarakat, jabatan fungsional juga berorientasi kualitatif. Dalam konteks inilah jabatan bidan adalah jabatan fungsional profesional dan wajar bila bidan mendapatkan tunjangan fungsional.
2. Bidan adalah jabatan profesional
a. Persyaratan jabatan profesional
Persyaratan dari bidan sebagai jabatan profesional harus dimiliki oleh seorang bidan. Persyaratan tersebut adalah :
1) Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis
2) Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga profesional
3) Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat
4) Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah
5) Mempunyai peran dan fungsi yang jelas
6) Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur
7) Memiliki organisasi profesi sebagai wadah
8) Memiliki kode etik bidan
9) Memiliki etika kebidanan
10) Memiliki standar pelayanan
11) Memiliki standar praktek
12) Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai dengan kebutuhan pelayanan
13) Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.
b. Peran bidan profesional adalah sebagai berikut :
1) Pelaksana
2) Pengelola
3) Pendidik
4) Peneliti
c. Pelayanan profesional adalah sebagai berikut :
1) Berlandaskan sikap dan kemampuan profesional
2) Ditujukan untuk kepentingan yang menerima
3) Serasi dengan pandangan dan keyakinan profesi
4) Memberikan perlindungan bagi anggota profesi
d. Perilaku profesional adalah sebagai berikut :
1) Bertindak sesuai dengan keahliannya dan didukung oleh pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan yang tinggi
2) Bermoral tinggi
3) Berlaku jujur, baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri
4) Tidak melakukan tindakan coba-coba yang tidak didukung ilmu pengetahuan profesinya
5) Tidak memberikan janji yang berlebihan
6) Tidak melakukan tindakan yang semata-mata didorong oleh pertimbangan komersial
7) Memegang teguh etika profesi
8) Mengenal batas-batas kemampuan
9) Menyadari dan mengenal ketentuan hukum yang membatasi geraknya dan kewenangannya


SISTEM PENGHARGAAN BAGI BIDAN


Keberadaan Bidan di Indonesia sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya. Pelayanan kebidanan berada dimana-mana dan kapan aja selama ada proses reproduksi manusia.
Pada saat ini, pengertian bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan yang diakui dan mendapatkan lisensi untuk melaksanakan praktek kebidanan.
Pelayanan kebidanan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang diberikan kepada ibu dala kurun waktu masa reprodusi dan bayi baru lahir.
Dan untuk menjaga kualitas dan kelangsungan pelayanan kebidanan sangat perlu sekali untuk diberikan system penghargaaan bagi bidan itu baik reward maupun sanksi. (Pengurus Pusat IBI.1999)

A. Reward
Reward berarti ganjaran, upah, hadiah, jadi reward dapat diartikan adalah system penghargaan bagi bidan berupa ganjaran, upah maupun hadiah dari hasil pelayanan kebidanan yang telah diberikan.
Sesuai dengan cirri-ciri dari profesi bidan sebagai berikut:
1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat
2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan yang ditujukan untuk aksud profesi yang bersangkutan
3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah
4. Anggota-anggootanya menjalankan tugas profesinya sesuai dengan kode etik yang berlaku
5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya.
6. Anggota-anggotanya wajr menerima imbalan jasa atas pelayanan yng diberikan
7. Memilki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakayt oleh anggotanya.
Dan sehubungan dengan profesionalisme jabatan bidan perlu dibahas bahwa bidan tergolong jabatan professional. Jabatan dapat ditinjau dari dua aspek yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional.
Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dan diatur berjenjang dalam suatu organisasi, sedangkanjabatan fungsional adalah jabatan yag ditinjau serta dihargai dari aspek fungsinya yang vital dalam kehidupan masyarakat dan negara. Selain fungsi dan perannya yang vital dalam kehidupan masyarakat jabatan fungsional juga berorientasi kalitatif. Dalm konteks inilah jbatan bidanadalah jabatan fungsional dan wajarlah apabila bidan tersebut mendapat tunjangan fungsional.
Semisal bidan yang menjadi kepala ruangan di ruang bersalin sebuah Rumah sakit akan mempunyai dua tunjangan. Selain tunjangan structural dari jabatan yang dipegangnya, juga tunjangan fungsional dari profesinya sebagai bidan yang melayani masyarakat.
Jenis-jenis Reward yang selama ini telah diberikan kepada bidan antara lain:
1. Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
a. Bidan Teladan
Diberikan kepada bidan yang berprestasi dan mampu memberikan pelayanan kesehatan prima
b. Bidan Delima
Diberikan kepada bidan praktek swasta yang mempunya standar kualitas, unggul, khusus, bernilai tambah, lengkap dan memiliki hak paten. Rekrutmen Bidan Delima ditetapkan dengan criteria, system dan prose baku yang harus dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan
2. Pemerintah
a. Bidan Teladan
Diberikan kepada tenaga kesehatan (bidan) yang berhasil melakukan paya sebagai Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan lewat penggerakan lintas sector, pemantauan dan pelaporan. Penghargaan bagi para tenagan kesehatan berupa undangan ke Jakarta mengikuti acara kenegaraan seperti enghadiri Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan DPR- RI, Pidato Kenegaraaan Presiden di Gedung DPR RI, Renungan Suci di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Peringantan Detik-Detik Proklamasi dan ramah tamah dengan Presiden bersama para teladan di bidang lain
b. Bintang Jasa Nararya
Diberikan oleh Presiden RI kepada bidan yang telah berjasa terhadap Negara dan bangsa Indonesia. Tokoh bidan yang pernah dianugerahkan Bintang Jasa Nararya adalah Ibu Rabimar Juzar Bur ( Ketua IBI periode 1974-1978,1978-1982,1988-1993) yang berjasa mengupayakan lahirnya UU No. 23 tahun 1992
3. Swasta
Damandiri Award diberikan untuk kategori Bidan terbaik. Diberikan kepada Bidan yang telah berpraktik secara mandiri dan memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat yang diwujudkan dalam menyukseskan program keluarga berencana.



B. Sanksi
Derasnya arus globalissi yang semakin mempengaruhi kehidupan social masyarakat dunia juga mempengaruhi munculnya masalah atau penyimpangan etik sebagai akibat kemajuan teknologi atau ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik pada nilai.
Sanksi artinya imbalan negative, berupa pembebanan atau penderitaaan yang ditentukan dalam hukum.
Jadi Sanksi dapat diartikan adalah system penghargaan bagi bidan yang berupa imbalan negative atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh bidan terhadap tugas profesinya.
Menurut BIG (Wet Op de Beroepen in de Individue Gezondheidszorg), tenaga profesi (termasuk bidan) yang namanya tercantum dalam register harus menaati ketentuan yang telah ditetapkan BIG dalam menjalankan praktek profesinya. Kelalaian atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan tersebut dikenakan sanksi, berupa dimana ketentuan tersebut di bawah dapat diterima untuk peradilan tenaga bidan di Indonesia, sebagai berikut :
1. Peringatan
2. Teguran
3. Denda
4. Mencoret namanya untuk sementara dari daftar register (paling lama 1 tahun)
5. Dilarang untuk melakukan sebagian wewenangnya yang tercantum dalam register
6. Dicoret sama sekali namnya dari daftar register

Mereka yang dapat mengajukan pengaduan adalah:
1. Yang berkepentingan sendiri
2. Atasan yang langsung membawahi tenaga yang bersangkutan
3. Dinas Kesehatan setempat

Tindakan tenaga bidan yg dapat diadukan adalah antara lain :
1. Tindakan bidan yang dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap profesi bidan
2. Kelalaian/tindakan yang dapat menimbulkan kerugian yang berat terhadap klien/pasien
3. Ketidak mampuan yang mencolok
4. Ketidak mampuan dalam melakukan tugasnya karena cacat jasmani, rohani atau usia sudah tterlalu lanjut
5. Tenaga bidan yang menyalahgunakan (untuk kepentingan sendiri) obat-obatan, minuman, alcohol
6. Melakukan/tidak melakukan sesuatu yang bertentangan/yang menjadi kewajiban dari tugas yang seharusnya dilakukan terhadap seseorang yang :
a. Karena keadaan kesehatannya telah meminta pertolongannya
b. Berada dalam keadaaan gawat darurat dan memerlukan bantuan

C. Hukum yang Mengatur Tentang Sanksi Bagi Bidan
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Bagian Kedua : Kesehatan keluarga
Pasal 15
(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinya, dapat dilakukan tindakan tersebut
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) satu hanya dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya
d. Pada sarana kesehatan tertentu
(3) ………………………………………………………….

Bagian Kedua : Tenaga Kesehatan
Pasal 54
(1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakuakn atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan dan kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh majelis disiplin tenaga kesehatan
(3) …………………………………………………………………….

Pasal 55
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan
(2) Ganti rugi sebagaimana diamksud dalm ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku



Bagian Kedua : Pengawasan

Pasal 77
Pemerintah berwenang mengambil tindakan administrative terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang

Bab X : Ketentuan Pidana
Pasal 80
(1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan segaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
(2) …………………………
(3) ………………………..
(4) ………………………..

Pasal 86
Dalam Peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undangini dapat ditetapkan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (Sepuluh Juta Rupiah)

2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan

Bab II: Pelaporan dan Registrasi
Pasal 6
(1) Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan mendapatkan SIB
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk pemerintah
(3) Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan selesai adaptasi oleh pimpiinan sarana pendidikan
(4) Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
(5) ………………………..
(6) ………………………..
(7) …………………………

Pasal 7
(1) SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbarui serta merupakan dasar untuk menerbitkan SIPB
(2) …………………………………………
Bab IV: Perizinan
Pasal 9
(1) Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB
(2) Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/atau perorangan

Bab V: Praktik Bidan
Pasal 25
(1) Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang diberika, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berdasarkan standar profesi
(2) Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidan dalam melaksanakan praktik sesuai dengan kewenangannya harus :
a. menghormati hak pasien
b. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
c. menyimpan rahasia sesuai denagn peraturan perundangan-undangan yang berlaku
d. memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan
e. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
f. melakukan catatan medik (medical record) denagn baik

Bab VIII : Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 32
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan yang berhenti melakukan praktik pada sarana kesehatannya kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi

Bab IX: Sanksi
Pasal 42
Bidan yang dengan sengaja:
a. Melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan / atau pasal 7
b. Melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalampasal 9
c. Melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) dan ayat (2):
Dipidana sesuai ketentuan pasal 35 Peraturan pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan

Pasal 43
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan sebagaiman dimaksud dalam pasal 32 dan atau memperkerjakan bidan yang tidak mempunyai izin praktik dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan pasal 35 Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan

Pasal 44
(1) Dengan tidak mengurangi sanksi sebagimana dimaksud dalam pasal 42 bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam keputusan ini dapat dikenakan tindakan disisplin teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin
(2) Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
Bab III: Persyaratan

Pasal 4
(1) Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan mendapatkan ijin dari menteri
(2) …………………………
(3) …………………………

Pasal 5
(1) Selain ijin sebagiman dimaksud dalam pasal 4 ayat (1), tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi
(2) ……………………………..

Bab V: Standar Profesi dan Perlindungan Hukum
Bagian Kesatu : Standar Profesi

Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk :
a. Menghormati hak pasien
b. Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehtan pribadi pasien
c. Memberikan inforamasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan
d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
e. Membuat dan memelihara rekam medis

Bab X: Ketentuan Pidana
Pasal 35
Berdasarkan ketentuan pasal 86 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, barang siapa dengan sengaja:
a. Melakukan upayakesehtan tanpa ijin sebagai man dimaksud dalam pasal ayat (1)
b. Melakukan upaya kesehatan tanpa melakuakn adaptasi sebagimana dimaksud dalm pasal 5 ayat (1)
c. Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1).
d. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1); dipidana paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Bab XIII : Sanksi
Pasal 62
(1) ……………………….
(2) ……………………….
(3) Terhadap pelanggaran yang diakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa :
a. Perampasan barang tertentu
b. Pengumuman keputusan hakim
c. Pembayaran ganti rugi
d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen
e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran atau
f. Pencabutan izin usaha

5. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Bab XIX : Tentang Kejahatan Terhadap Nyawa
Pasal 338
Barangsiapa sngaja merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan pidan penjara paling lam 15 tahun

Pasal 344
Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lam 12 tahun

Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan/mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan/mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinnya wanita tsb, dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun

Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan/mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya diancam dengan padana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tsb, dikenakan pidana penjara paling lama 7 tahun

Pasal 349
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tsb pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu ditambah sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

6. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Registrasi Dan Praktik Bidan pada bab IX terkait mengenai sanksi dijelaskan bahwa :

Pasal 42

Bidan yang dengan sengaja :
a. Melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan/atau;
b. Melakukukan praktek kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 9;
c. Melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) ayat (2); dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

Pasal 43

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan/atau mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai izin praktik, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.

Pasal 44

(1) Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Bidan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini dapat dikenakan tindakan disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
(2) Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana




PRINSIP PENGEMBANGAN KARIR BIDAN


A. Pendahuluan
Pengembangan karir merupakan kondisi yang menunjukkan adanya peningkatan jenjang jabatan dan jenjang pangkat bagi seorang pegawai negri pada suatu organisasi dalam jalur karir yang telah ditetapkan dalam organisasinya. Pengembangan karir bidan meliputi karir fungsional dan karir struktural. Pada saat ini pengembangan karir bidan secara fungsional telah disiapkan dengan jabatan fungsional bagi bidan, serta melalui pendidikan berkelanjutan baik secara formal maupun non formal yang hasil akhirnya akan meningkatkan kemampuan profesional bidan dalam melaksanakan fungsinya. Fungsi bidan nantinya dapat sebagai pelaksana, pendidik, peneliti, bidan koordinator dan bidan penyelia. Sedangkan karir bidan dalam jabatan struktural tergantung dimana bidan bertugas apakah dirumah sakit, puskesmas, bidan didesa atau instansi swasta. Karir tersebut dapat dicapai oleh bidan ditiap tatanan pelayanan kebidanan/kesehatan sesuai dengan tingkat kemampuan, kesempatan, dan kebijakan yang ada.

B. Prinsip Pengembangan Pendidikan Dan Karir Bidan
1. Pendidikan Lanjutan
Pendidikan Berkelanjutan adalah Suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, hubungan antar manusia dan moral bidan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/pelayanan dan standar yang telah ditentukan oleh konsil melalui pendidikan formal dan non formal.
Dalam mengantisipasi tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin bermutu terhadap pelayanan kebidanan, perubahan-perubahan yang cepat dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat dan perkembangan IPTEK serta persaingan yang ketat di era global ini diperlukan tenaga kesehatan khususnya tenaga bidan yang berkualitas baik tingkat pengetahuan, ketrampilan dan sikap profesionalisme.
Pengembangan pendidikan kebidanan seyogyanya dirancang secara berkesinambungan, berjenjang dan berlanjut sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup bagi bidan yang mengabdi ditengah-tengah masyarakat. Pendidikan yang berkelanjutan ini bertujuan untuk mempertahankan profesionalisme bidan baik melalui pendidikan formal, maupun pendidikan non formal. Namun IBI dan pemerintah menghadapi berbagai kendala untuk memulai penyelenggaraan program pendidikan tersebut.
Pendidikan formal yang telah dirancang dan diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta dengan dukungan IBI adalah program D III dan D IV Kebidanan. Pemerintah telah berupaya untuk menyediakan dana bagi bidan di sektor pemerintah melalui pengiriman tugas belajar keluar negeri. Di samping itu IBI mengupayakan adanya badan – badan swasta dalam dan luar negeri khusus untuk program jangka pendek. Selain itu IBI tetap mendorong anggotanya untuk meningkatkan pendidikan melalui kerjasama dengan universitas di dalam negeri.
Skema pola pengembangan pendidikan kebidanan :















Gambar 1. Pola Pengembangan Pendidikan Bidan
2. Tujuan diadakan pendidikan berkelanjutan
Pendidikan berkelanjutan bertujuan dan bermanfaat untuk institusi pelayanan, bidan itu sendiri, konsumen/masyarakat yang menerma jasa yang diberikan oleh bidan atau institusi pelayanan. Pendidikan berkelanjutan dilaksanakan untuk pemenuhan standar performance bidan yang telah ditentukan.
Tujuan pendidikan berkelanjutan bidan adalah :
a. Pemenuhan standar
Yaitu standar kemampuan yang telah ditentukan oleh konsil kebidanan untuk dilakukan registrasi/heregistrasi untuk mendapatkan praktek bidan.
b. Meningkatkan produktivitas kerja
Produktivitas kerja bidan akan meningkat, kualitas dan luantitasnya akan semakin baik, karena teknical skill bidan akan meningkat.
c. Meningkatkan pemahaman terhadap etika profesi
Dengan meningkatkan pemahaman terhadap etika profesi bidan akan memberikan palayanan sesuai dengan keahlian dan keterampilannya.
d. Meningkatkan karier
Peningkatan karier semakin besar, karena keahlian keterampilan dan prestasi kerjanya semakin meningkat.
e. Meningkatkan kepemimpinan
Kepemimpinan bidan sebagai seorang manajer akan lebih baik, melalui peningkatan hubungan antar manusia, motivasi kearah kerjasama vertikal dan horizontal serta semakin cakap dalam pengambilan keputusan.
f. Meningkatkan kepuasan konsumen
Dengan lebih baiknya mutu pelayanan bidan, kepuasan konsumen akan meningkat.
3. Job Fungsional
Job fungsional (jabatan fungsional) merupakan Kedudukan yang menunjukkan tugas, kewajiban hak serta wewenang pegawai negri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya diperlukan keahlian tertentu serta kenaikan pangkatnya menggunakan angka kredit.
Jenis jabatan fungsional dibidang kesehatan :

a. Dokter
b. Dokter gigi
c. Perawat
d. Bidan
e. Apoteker
f. Asisten apoteker
g. Pengawas farmasi makanan dan minuman
h. Pranata laboratorium
i. Entomolog
j. S3 Kebidanan
k. S2 Kebidanan
l. S1 Kebidanan
m. SLTA
n. Bidan bukan D III kebidanan
o. D III kebidanan
p. D IV bidan pendidik (sementara)
q. Epidemiolog
r. Sanitarian
s. Penyuluhan kesehatan masyarakat
t. Perawat gigi
u. Administrator kesehatan
v. Nutrisionis

4. Prinsip Pengembangan Karir Bidan Dikaitkan Dengan Peran, Fungsi Dan Tanggung Jawab Bidan
a. Peran, fungsi bidan dalam pelayanan kebidanan adalah sabagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti.
1) Sebagai pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan melaksanakannya sebgai tugas mandiri, kolaborasi/kerjasama dan ketergantungan.
a) Tugas Mandiri :
(1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan.
(2) Memberikan pelayanan pada anak dan wanita pra nikah dengan melibatkan klien
(3) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal.
(4) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan klien/keluarga.
(5) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
(6) Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien/keluarga
(7) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan keluarga berencana
(8) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium dan menopause
(9) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi, balita dengan melibatkan keluarga
b) Tugas Kolaborasi
(1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga
(2) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi
(3) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga
(4) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawat daruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan klien dan keluarga
(5) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan yang mengalami komplikasi serta kegawat daruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga.
(6) Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan yang mengalami komplikasi atau kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga.
c) Tugas Ketergantungan/Merujuk
(1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga
(2) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan kegawat daruratan
(3) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga
(4) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu masa nifas dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga
(5) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan kegawatan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan keluarga
(6) Memberikan asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawatan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan klien/keluarga
2) Sebagai Pengelola
a) Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatkan masyarakat/klien.
(1) Bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan dan mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya.
(2) Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian dengan mayarakat.
(3) Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta KB sesuai dengan program.
(4) Mengkoordinir, mengawasi dalam melaksanakan program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta KB
(5) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta KB termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada pada program dan sektor terkait.
(6) Mengerakkan, mengembangkan kemampuan masyarakat dan memelihara kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yag ada.
(7) Mempertahankan, meningkatkan mutu dan kegiatan-kegiatan dalam kelompok profesi.
(8) Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan.
b) Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan dan tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya.
(1) Bekerjasama dengan puskesmas, institusi sebagai anggota tim dalam memberikan asuhan kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut.
(2) Membina hubungan baik dengan dukun, kader kesehatan/PLKB dan masyarakat
(3) Memberikan pelatihan, membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan lain.
(4) Memberikan asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi
(5) Membina kegiatan – kegiatan yang ada di masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan.
3) Sebagai Pendidik
a) Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan khususnya yang berhubungan dengan pihak terkait kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana.
(1) Bersama klien pengkaji kebutuhan akan pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana.
(2) Bersama klien pihak terkait menyusun rencana penyuluhan kesehatan masyarakat sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
(3) Menyiapkan alat dan bahan penddikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
(4) Melaksanankan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat sesuai dengan rencana jangka pendek dan jangka panjang melibatkan unsur-unsur yang terkait termasuk masyarakat.
(5) Bersama klien mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat dan menggunakannya untuk memperbaiki dan meningkatkan program dimasa yang akan datang.
(6) Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat secara lengkap dan sistematis.
b) Melatih dan membimbing kader termasuk siswa bidan serta membina dukun di wilayah atau tempat kerjanya.
(1) Mengkaji kebutuhan latihan dan bimbingan kader, dukun dan siswa
(2) Menyusun rencana latihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian
(3) Menyiapkan alat, dan bahan untuk keperluan latihan bimbingan peserta latih sesuai dengan rencana yang telah disusun
(4) Melaksanakan pelatihan dukun dan kader sesuai dengan rencana yang telah disusun dengan melibatkan unsur-unsur terkait
(5) Membimbing siswa bidan dalam lingkup kerjanya
(6) Menilai hasil latihan dan bimbingan yang telah diberikan
(7) Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan
(8) Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan dan bimbingan secara sistematis dan lengkap.
4) Sebagai Peneliti
Melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun secara kelompok.
a) Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan
b) Menyusun rencana kerja pelatihan
c) Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana
d) Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi
e) Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut
f) Memanfaatkan hasil investigasi untuk mningkatkan dan mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan.
b. Tanggung jawab bidan :
1) Konseling
a) Remaja putri
b) Pranikah
c) Prahamil
d) Ibu hamil
e) Ibu bersalin
f) Ibu nifas
g) Klimakterium
h) Menopause
2) Pelayanan kebidanan normal
a) Hamil
b) Bersalin
c) Nifas
d) Pemeriksaan fisik
e) Senam hamil
f) Pengendalian anemia
g) Amniotoni

h) Uterotonika
i) ASI eksklusif
3) Pelayanan kebidanan abnormal
a) Hamil : abortus imminens.hiperemisis tingkat I , pre eklamsi, anemia, suntikan penyulit
b) Persalinan : Letak sungsang, KPADA tanpa infeksi, HPP, laserasi, dan distosia
c) Pertolongan nifas abnormal: Retensio plasenta, renjatdan infeksi, plasenta manual, jaringan konsepsi,kompresi bimanual, uterotonik kala III dan IV
d) Ginekologi : Keputihan, penundaan haid, rujuk
4) Pelayanan kebidanan pada anak
a) Intranatal
b) Hipotermi
c) Kontak dini
d) ASI eksklusif
e) Perawatan tali pusat
f) Resusitasi pada bayi asfiksia
g) Minum sonde dan pipet
h) Tsimulasi tumbuh kembang
i) Imunisasi lengkap
j) Pengobatan ringan pada penyakit ringan
5) Pelayanan KB
a) Penanganan efek samping
b) Pemberian alat kontrasepsi sesuai pilihan
c) Suntik pil
d) Pasang AKBK
e) Lepas AKBK tanpa penyulit
f) Penyuluhan IMS dan narkoba
6) Pelayanan kesehatan masyarakat
a) Pembinaan peran serta
b) Pelayanan kebidanan komunitas
c) Deteksi dini
d) Deteksi dini, pertolongan I rujuk, IMS, narkoba (NAFZA)
e) Pertolongan I narkoba





C. Kesimpulan
1. Prinsip Pengembangan Pendidikan Dan Karir Bidan
a. Pendidikan Lanjutan
Pendidikan Berkelanjutan adalah Suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, hubungan antar manusia dan moral bidan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/pelayanan dan standar yang telah ditentukan oleh konsil melalui pendidikan formal dan non formal.Pendidikan formal yang telah dirancang dan diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta dengan dukungan IBI adalah program D III dan D IV Kebidanan.Sedangkan pendidikan non formal didapat melalui pelatihan, seminar dll.
b. Job fungsional
Job fungsional (jabatan fungsional) merupakan kedudukan yang menunjukkan tugas, kewajiban hak serta wewenang pegawai negri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya diperlukan keahlian tertentu serta kenaikan pangkatnya menggunakan angka kredit.
c. Prinsip Pengembangan Karir Bidan Dikaitkan Dengan Peran, Fungsi, Dan Tanggung Jawab Bidan
1) Peran, fungsi bidan dalam pelayanan kebidanan adalah sabagai :
a) pelaksana
b) pengelola
c) pendidik
d) peneliti
2) Tanggung jawab bidan
a) Konseling
b) Pelayanan kebidanan normal
c) Pelayanan kebidanan abnormal
d) Pelayanan kebidanan pada anak
e) Pelayanan KB
f) Pelayanan kesehatan masyarakat

D. Evaluasi
1. Suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, hubungan antar manusia dan moral bidan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/pelayanan merupakan pengertian dari:
a. Pendidikan formal
b. Pendidikan non formal
c. Pendidikan lanjutan
d. Pendidikan kebidanan
2. Sebuntukan profesi yang bukan termasuk kedalam jabatan fungsional dalam bidang kesehatan :
a. Dosen
b. Dokter
c. Bidan
d. Apoteker
3. Dibawah ini merupakan peran bidan sebagai pendidik yaitu :
a. Membina hubungan baik dengan dukun, kader kesehatan / PLKB dan masyarakat
b. Bersama klien pihak terkait menyusun rencana penyuluhan kesehatan masyarakat sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang
c. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan
d. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan
4. Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian dengan mayarakat. Merupakan salah satu peran bidan sebagai :
a. Pendidik
b. Peneliti
c. Pengelola
d. Pelaksana
5. Salah satu tanggung jawab bidan dalam asuhan kebidanan pada anak yaitu : Kecuali
a. ASI eksklusif
b. hipotermi
c. perawatan tali pusat
d. Menopause
6. Pelayanan kebidanan abnornal yang merupakan tanggung jawab bidan dalam kehamilan adalah:
a. Hiperemisis tingkat I
b. Letak sungsang
c. Keputihan,
d. Plasenta manual








E. Referensi
• Sofyan, Mustika dkk. 2004. 50 tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan . Jakarta : PP IBI. hal : 28- 31
• DepKes RI. 2002. Pola Karir Pegawai Negri Sipil Dijajaran Kesehatan. Jakarta. hal 15-23
• Seminar Nasional Kebidanan. 2005. Bidan Diera Global. Bandung
• Potter dan perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. EGC. hal 292-293